KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan alasan terkait implementasi Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTL untuk Kepentingan Umum yang belum dapat dilaksanakan dengan maksimal. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, Permen ESDM No 26 Tahun 2021 belum dilaksanakan dengan baik karena kondisi sistem ketenagalistrikan eksisting. “Kami secara konsisten selalu melakukan evaluasi dan pengawasan dalam implementasi Peraturan Menteri tersebut. Dalam upaya meningkatkan implementasi program PLTS Atap, kami berencana melakukan revisi Permen ESDM No 26 Tahun 2021,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (21/3).
Baca Juga: Bisnis PLTS Atap Terhambat, Pelaku Usaha PLTS Ingin Ketemu Jokowi Dadan menjelaskan, PLTS Atap merupakan program pengembangan energi terbarukan yang melibatkan inisiatif masyarakat baik itu di kategori residensial, industri, sosial, dan lainnya. Masyarakat dengan secara mandiri berinvestasi menggunakan pembangkit Solar PV. Oleh karena itu kementerian mendorong dengan memberikan insentif-insentif dan kemudahan melalui regulasi PLTS Atap (Permen ESDM 26/2021) serta dalam hal pembiayaan seperti akses ke dana hibah dan perbankan. Sebagai informasi, Indonesia berkomitmen untuk melakukan penurunan emisi, sebagaimana ditegaskan pada COP 26 pada 2 November 2021 lalu. Indonesia akan dapat berkontribusi lebih Cepat bagi Net-Zero Emission Dunia. Salah satu langkah konkrit untuk menurunkan emisi adalah dengan melakukan diversifikasi energi fosil dengan energi terbarukan sesuai dengan yang sudah ditetapkan yakni 23% pada tahun 2025 mendatang. Pemerintah berencana dan menargetkan pengembangan PLTS Atap hingga 3,61 giga watt (GW) hingga 2025 mendatang. Adapun jika target ini tercapai, ada potensi pengurangan pendapatan bagi PT PLN karena masyarakat dapat memproduksi listrik yang akan dikonsumsinya. Dadan mengatakan, potensi pengurangan pendapatan PT PLN dengan skema ekspor 1:1 dan PLTS Atap terpasang 3,6 GW, diperkirakan sebesar 2,1% per tahun dengan gambaran yaitu dari pengurangan penggunaan energi listrik PT PLN oleh pelanggan PLTS Atap dikali tarif listrik per kWh dalam kurun waktu 1 tahun. Sebelumnya Kontan.co.id memberitakan, PLN berpotensi kehilangan pendapatan Rp 5,7 triliun jika rencana 3,61 GW PLTS Atap ini terealisasi. Namun di luar itu ada banyak dampak lainnya yang akan dirasakan oleh negara, antara lain penghematan konsumsi batubara sekitar 3 juta ton, penyerapan tenaga kerja hingga 121.500 orang, peningkatan investasi meliputi pembangunan fisik PLTS sebesar Rp 45 triliun hingga Rp 63,7 triliun dan untuk pengadaan kWh expor-impor sebesar Rp 2,04 triliun hingga Rp 4,08 triliun.
Selain sejumlah dampak tersebut, Kementerian ESDM memproyeksikan ada dampak pada penurunan subsidi dan kompensasi listrik. Dengan penambahan PLTS Atap hingga 3,6 GW maka akan terjadi penurunan BPP listrik sebesar Rp 12,61 kWh. Besaran tersebut dinilai bakal berdampak pada penurunan subsidi sebesar Rp 900 miliar dan kompensasi sebesar Rp 2,7 triliun. Pengembangan PLTS Atap dinilai juga bakal mendorong kebutuhan industri akan green product.
Baca Juga: Permintaan Seret, Sejumlah Perusahaan Modul Surya Terancam Bangkrut Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat