Kementerian ESDM: Harga patokan nikel sudah lewat pembahasan seluruh pihak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merespons keluhan penambang nikel yang kesulitan menjual bijih nikel kadar rendah kepada pemilik smelter domestik.

Sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta pemerintah kembali membuka keran ekspor bijih nikel kadar rendah secara terbatas. Pasalnya, smelter lokal menolak harga bijih nikel yang mengacu pada Harga Patokan Mineral (HPM).

Di sisi lain, Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) menyebut, pengusaha smelter lokal memilih membeli bijih nikel dari luar negeri. Alasannya, mereka lebih memilih harga yang mengacu pada London Metal Exchange (LME) yang cenderung mengikuti harga baik naik maupun turun.


Baca Juga: Maaf penambang, smelter lokal lebih pilih membeli bijih nikel dari luar negeri

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, seharusnya semua pihak baik para penambang maupun pemilik smelter nikel menerima putusan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2020 yang turut mengatur tata niaga nikel domestik yang mengacu pada HPM.

Ia berpendapat, sebelum penetapan formulasi HPM, pemerintah telah mengadakan pertemuan secara intensif sejak tahun 2018 hingga akhir 2019, bahkan berlanjut sampai bulan April 2020. Hal tersebut guna mendapat masukan yang komprehensif dari semua pelaku usaha penambang, pengusaha smelter domestik, hingga kementerian lembaga terkait.

“Kami juga sudah melakukan evaluasi secara cermat dengan membandingkan formulasi harga nikel yang berlaku secara internasional,” ujar dia kepada Kontan.co.id, Selasa (23/6).

Tak hanya itu, dalam menentukan HPM, Kementerian ESDM juga mempertimbangkan nilai keekonomian dan praktik pengelolaan tambang yang baik (good mining practice) dari para penambang bijih nikel dan pemilik smelter.

Yunus menyatakan, pemerintah akan terus mengawasi implementasi Permen ESDM No. 11 tahun 2020 dan bersikap tegas dalam memberikan sanksi sesuai beleid tersebut.

Dalam pasal 12 Permen ESDM No 11 Tahun 2020 dijelaskan, apabila pemilik izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi mineral logam serta pihak lain yang melakukan pemurnian bijih nikel tidak berpedoman pada HPM Logam, maka akan dikenakan sanksi administratif.

Sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha, dan/atau pencabutan IUP dan IUPK operasi produksi maupun izin pihak lain selaku pemilik smelter.

Baca Juga: Ini alasan APNI minta ekspor bijih nikel kadar rendah kembali dibuka

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat