Kementerian ESDM ingin harga gas DMO untuk pembangkit dipatok



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menginginkan harga gas dalam negeri (domestic market obligation/DMO) untuk pembangkit listrik dipatok. Alasannya, supaya biaya pokok produksi (BPP) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam pembelian gas tidak tergerus.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andi Noorsaman Sommeng mengatakan, harga ideal yang kemungkinan akan dipatok untuk gas dalam negeri bagi pembangkit listrik itu sekitar US$ 7 per mmbtu.

Perincian hitung-hitungannya, harga gas di sumur gas US$ 3 per mmbtu-US$ 3,5 per mmbtu, lalu saat masuk Liquifed Natural Gas (LNG) mencapai US$ 5,5 per mmbtu. Kemudian ongkos keliling dikenakan US$ 1 per mmbtu.


“Ya, idealnya US$ 7 per mmbtu. Mudah-mudahan tahun ini, karena kalau tidak PLN nanti bagaimana, mau BPP-nya tergerus lagi?” terang Andi saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (17/5).

Ia juga mengatakan bahwa usualan ini sudah diterima oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan, meskipun belum ada pembahasan lebih lanjut. Yang jelas ia menginginkan dengan dipatoknya harga gas untuk listrik ini, harga listrik untuk masyarakat bisa turun. Bahkan, jika usulan itu jalan dan harga listrik turun, ia akan memberikan golongan miskin bebas listrik sebesar 25 per KwH.

“Pak Menteri (Ignasius Jonan) maunya sih cepet-cepet,” klaim Andi.

Untuk merealisasikan usulan ini, kata Andi, pihaknya akan meminta kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk segera melakukan bussines to bussines (B to B) terhadap perusahaan penghasil gas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Namun sayangnya ia belum bisa menyebutkan aturan seperti apa yang akan dikeluarkan.

“Kita mau cobanya internal, kemudian B to B dulu dengan KKKS biar lebih cepat. Sebenernya payung hukum sih berdasarkan UU, konstitusi, energi, ketenagalistrikan,” ungkapnya.

Andi menambahkan, bagi para KKKS yang sudah melakukan kegiatan eksplorasi selama 30 tahun, seharusnya bisa menjual harga gasnya dengan murah. Pasalnya, aset tetap dalam kurun waktu 30 tahun sudah terbayar. Paling tidak, untuk saat ini KKKS hanya mengeluarkan biaya whell maintenance atau menjaga sumur.

Ia bilang, dalam manajemen sumber daya alam, apabila sumur gas sudah dieksplotitasi dan mencapai puncak, itu artinya hanya tinggal menunggu produksi turun. Dengan begitu, KKKS tinggal memilih apakah akan mempercepat penurunan produksi atau tetap dijaga.

Paling tidak, jika KKKS menjaga produksi, kata Andi, akan ada kegiatan-kegiatan di wilayah kerjanya yang namanya field drilling atau dalam artian menekan produksi yang sudah bisa kembali naik.

“Itu artinya yang dibiayai hanya biaya field drilling-nya. Tidak lagi membayar biaya pengembangan. Jadi harga gas tidak perlu mahal-mahal,” tandas Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi