KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menguatkan peraturan keamanan dan keselamatan pembangkit nuklir (PLTN) di dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, secara umum regulasi pemanfaatan nuklir di Indonesia sudah cukup memadai hanya saja belum terlalu kuat.
Indonesia telah memiliki UU No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang mengatur penggunaan nuklir untuk industri medis, peningkatan produktivitas pangan (industri), hingga kelistrikan (energi).
Adapun lembaga Badan Pengawasan Tenaga Nuklir (Bapeten) juga sudah berfungsi mengevaluasi aspek 3S (
Safety, Security, Safeguards), sebelum nantinya pelaku usaha mengajukan izin pemanfaatan energi atom ini lebih jauh.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Penerapan Energi Nuklir di Indonesia Masih Terus Dibicarakan “Namun, kalau urusan energi pasti akan ke ESDM nantinya ya, izin untuk ketenagalistrikan. Ada persyaratan yang harus dipenuhi, ada tata waktu, ada yang kita pastikan juga,” ujarnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (23/10).
Meskipun sudah ada sejumlah perusahaan yang mulai menjajaki pengembangan nuklir untuk energi, Dadan menyatakan, sampai saat ini Kementerian ESDM belum menerbitkan izin ketenagalistrikan untuk pembangkit nuklir.
Pasalnya, seluruh proyek pembangkit nuklir yang akan masuk ke Indonesia masih dalam tahap studi dan perencanaan.
Di sisi lain, Kementerian ESDM juga ingin memastikan aspek keamanan dan keselamatan nuklir sebagai salah satu opsi penyediaan energi bersih di Indonesia ke depannya.
“Jadi kami ingin memperkuat aspek keselamatan di dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (EBET), supaya makin meyakinkan dari sisi perencanaan sampai
de-commisioning,” jelasnya.
Dadan menyatakan, pemanfaatan nuklir harus dilihat menyeluruh mulai dari produksi hingga penanganan limbah radio aktif pasca-tidak beroperasinya pembangkit.
Selain diatur dalam UU, pemerintah juga akan membentuk organisasi Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) untuk mendukung teknologi nuklir yang bersih dan aman. Walau tidak diatur dan hanya bersifat rekomendasi, kenyataannya tidak ada negara yang akan membangun PLTN jika tidak mempunyai NEPIO. “NEPIO merupakan proses untuk melihat persiapan penggunaan nuklir secara bernegara dan secara kelembagaan. Dua ini kita belum punya pernyataan secara formal. Meski pemerintah dalam beberapa konteks sudah menyatakan nuklir sebagai opsi yang tidak dilarang,” terangnya.
Supaya tidak hanya sekadar wacana, pemerintah sedang membahas untuk memasukkan proyek pembangkit nuklir ke dalam revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sampai 2040.
Baca Juga: Indonesia Siap-siap Akomodasi Pemanfaatan Hidrogen Hijau Hingga Nuklir Rencananya, pemerintah akan membuka jalan simulasi pembangkit nuklir skala kecil yang akan beroperasi pada 2032.
Asal tahu saja saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang memulai studi mengenai reaktor nuklir skala kecil. Contohnya, PT PLN Indonesia Power menjajaki teknologi small modular reactor/SMR bersama dengan Nu Scale, perusahaan asal Amerika Serikat. Nantinya reaktor nuklir ini akan dikembangkan di Kalimantan Barat.
Selain itu, dari pihak swasta ada PT ThorChon Power Indonesia yang mengembangkan teknologi Thorium Molten Salt Reactor (TMSR) dengan daya 500 MW di Pulau Bangka.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha menegaskan, selain memanfaatkan gas sebagai jembatan penggunaan energi bersih, pihaknya juga akan mengantarkan nuklir sebagai opsi energi bersih di Indonesia.
“Kalau kita melihat, maksimal EBT ternyata masih kurang, makanya nuklir masuk,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Dia berharap NEPIO sebagai wadah pembentukan nuklir bisa segera di buat Keputusan Presiden (Kepres) sehingga sejumlah proyek yang mengantre bisa langsung dieksekusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .