Kementerian ESDM minta lembaga jasa keuangan sokong pembiayaan proyek EBT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Prahoro Yulijanto Nurtjahyo mengungkapkan bahwa salah satu kendala yang dihadapi subsektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT) adalah terhambat nya akses pendanaan, yang disebabkan oleh asumsi bahwa subsektor EBT masih berisiko tinggi dalam investasinya.

Kendala itu diungkapkan Prahoro saat membuka Kelas Keuangan Berkelanjutan dengan tema "Transisi Energi dan Investasi Energi Terbarukan, Jumat (4/12). 

"Masih tingginya biaya pembiayaan, terbatasnya ruang LJK (Lembaga Jasa Keuangan) dalam memberikan tenor yang panjang, penghindaran risiko, kerangka kebijakan yang belum efisien serta keterbatasan pemahaman, dan hambatan ini tersebar di seluruh fase proyek energi terbarukan," kata dia dalam keterangan tertulis di situs Kementerian ESDM yang dikutip Kontan.co.id, Minggu (6/12).


Oleh sebab itu, untuk di tahap awal dalam mendukung pembiayaan subsektor EBT, LJK perlu mempunyai pemahaman yang lebih baik secara menyeluruh agar memungkinkan LJK untuk berinovasi dalam mengembangkan produk dan fasilitas keuangan dengan keterbatasan yang ada.

Baca Juga: Ingin turunkan emisi, pengembangan EBT digenjot

Penyediaan tenaga listrik nasional dalam RUPTL 2019-2028 menyiratkan bahwa total kapasitas tambahan pembangkit listrik yang akan dibangun hingga Tahun 2028 adalah sekitar 56,39 GigaWatt (GW), dengan penambahan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 16,7 GW, terdiri dari penyediaan energi dari tenaga air (57%) dan energi panas bumi (27%) dan sisanya dipenuhi oleh varian pembangkit EBT lainnya.

Dalam perjalanan mencapai target Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menetapkan pada tahun 2025 setidaknya 23% porsi bauran energi nasional berasal dari implementasi EBT, pada semester pertama tahun 2020 capaian porsi pembangkit listrik EBT di Indonesia baru mencapai 10.427 MegaWatt (MW) atau 14,69% dari total kapasitas terpasang pembangkit nasional sebesar 71 GW.

Lebih lanjut Prahoro menyebut, dalam perencanaan ketenagalistrikan nasional ada beberapa prioritas yang telah ditetapkan yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara masih akan dikembangkan dalam 5 tahun ke depan dan kemudian secara bertahap akan berkurang.

Di samping itu, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) akan dikembangkan relatif konstan setelah tahun 2019. Selanjutnya, Pembangkit listrik energi terbarukan akan dikembangkan relatif konstan hingga Tahun 2024 dan kemudian akan meningkat secara signifikan pada Tahun 2025.

Baca Juga: Kembangkan bahan bakar nabati, berikut 5 strategi pemerintah

Sebagai informasi, kegiatan virtual ini merupakan kerjasama antara BPSDM ESDM Kementerian ESDM, Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI), PT Bank HSBC Indonesia, dan WWF Indonesia.

Tujuannya ialah untuk memberikan pemahaman dalam subsektor energi terbarukan, baik itu terkait dengan kebijakan dan regulasi, proses bisnis energi terbarukan, aspek keberlanjutan, yang pada akhirnya dapat mengubah mindset pesimis menjadi optimis dalam meningkatkan investasi dan pembiayaan pengembangan energi terbarukan.

Selanjutnya: Indonesia dan Swiss tandatangani Project Arrangement Pengembangan Energi Terbarukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari