Kementerian ESDM optimisitis Perpres EBT bakal atasi kendala pengembangan EBT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis kehadiran Peraturan Presiden terkait Energi Baru Terbarukan (EBT) dapat menjawab sejumlah kendala pengembangan yang selama ini dihadapi.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Harris bilang ada sejumlah hambatan yang selama ini ditemui dalam upaya pemanfaatan EBT seperti kesiapan jaringan transmisi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), kesulitan mengakses pendanaan murah serta harga pengembangan EBT yang masih tergolong mahal.

Dia menuturkan, dua kendala terakhir dimungkinkan teratasi melalui kehadiran beleid terbaru yang kini tengah dalam tahapan finalisasi dan harmonisasi.


"Jadi nanti ada kompensasi yang disiapkan pemerintah untuk tutupi gap jika ada perbedaan harga antara biaya produksi PLN dengan harga dalam Perpres," ungkap Harris dalam diskusi virtual, Kamis (24/9).

Baca Juga: Pemerintah andalkan Smart Grid untuk kejar target bauran energi terbarukan di 2025

Dia menambahkan, jika nantinya biaya produksi PLN lebih rendah dari harga dalam Perpres maka akan ada kompensasi yang pemerintah berikan kepada PLN. Hal ini dinilai bisa menjawab keluhan yang ada selama ini soal ekonomis tidaknya harga listrik yang dibayar PLN.

Tak hanya itu, Harris menuturkan pihaknya juga mengupayakan akses pendanaan murah dapat ditingkatkan. Ia berharap ke depannya dengan kehadiran Perpres maka pengembangan EBT tak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM melainkan semua Kementerian dan Lembaga.

"Dalam hal ini tentunya terkait konteks penyusunan regulasi banyak K/L yang kita masukan dalam kewenangan mereka untuk kembangkan EBT," kata Harris.

Ia bilang, kehadiran Perpres juga bakal memperbaiki sistem harga pembangkit yang selama ini dikenakan.

"Kalau dulu harga EBT di Permen 50 atau Permen 53 didasarkan BPP dimana itu tidak mencerminkan satu jenis EBT jadi ada harga yang masuk dan tidak. Sekarang harga listrik EBT nanti didasarkan jenis EBT dan wilayah," jelas Harris.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Paul Butarbutar bilang kesulitan meraih pendanaan proyek pembangkit EBT bakal memberikan dampak pada biaya yang mahal.

Baca Juga: Pemanfaatan energi terbarukan masih minim, RUU EBT patut diselesaikan

Ia mengungkapkan, pendanaan dari luar untuk proyek EBT skala kecil mengenakan bunga pada kisaran 6% hingga 7%. Sementara di Arab Saudi bunga yang dikenakan hanya 2%.

Bahkan bunga yangg lebih besar akan dikenakan jika pendanaan dari dalam negeri dengan Rupiah dimana bunganya mencapai 10% hingga 11% hingga tak jarang mencapai 13%.

"Ini mempengaruhi harga sangat besar. Disamping itu ini membuat mahal aalah kontrak antara pengembang dan PLN sehingga da resiko tidak seimbang sehingga perbankan menganggap itu tidak bankable," kata Paul dalam kesempatan yang sama.

Selanjutnya: Kementerian ESDM: Target bauran EBT 23% tak bisa dicapai tanpa perubahan signifikan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari