Kementerian ESDM paparkan peran EBT dalam suistainable city di Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengelolaan perkotaan merupakan salah satu tantangan terbesar dalam tujuan global untuk pembangunan berkelanjutan. Terdapat kajian dan indikator kota berkelanjutan (suistainable city) yang mencakup aspek-aspek kebutuhan dasar (basic needs), efisiensi sumber daya (resources efficiency), jumlah emisi, hingga komitmen pada keberlanjutan seperti pendanaan dan jumlah profesional. 

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menerangkan, aspek-aspek tersebut harus terpenuhi untuk memastikan teratasinya tantangan yang muncul dari pertambahan penduduk.

Di sektor energi, antara lain dengan pengembangan transportasi publik dan penggunaan kendaraan listrik sebagai salah satu cara mengurangi emisi dan mendorong penggunaan energi terbarukan.


“Untuk mewujudkan suistainable city kita harus kombinasikan antara penerapan energi bersih dan juga bagaimana kita memanfaatkan energinya secara optimal atau efisien”, kata Dadan dalam keterangan tertulis yang dikutip Kontan.co.id, Sabtu (27/2).

Dia memaparkan, komitmen Indonesia pada Paris Agreement harus mencapai penurunan emisi 880 jta ton CO2 di tahun 2030 dimana sekitar 37% nya (sekitar 314 juta) akan dikontribusikan dari EBT dan seperempatnya akan dicapai melalui konservasi energi.

Sisanya, akan dikontribusikan dari energi berbasis fosil, seperti pemanfaatan gas atau menggunakan batubara untuk pembangkit listrik namun dengan menggunakan teknologi terkini sehingga dari sisi emisi bisa lebih baik.

Baca Juga: Kementerian ESDM: SPKLU buka peluang bisnis bagi industri dalam negeri

Dadan bilang, konsep kota berkelanjutan (sustainable city) telah ada dari Bappenas, yakni penerapan kota cerdas, yang tujuannya lebih dianggap sebagai cara akselerator menguji kota berkelanjutan.

Dari sisi energi, penggunaan dengan hemat dan menggunakan sumber energi yang bersih akan berkorelasi dengan banyak sektor seperti di sektor transportasi, bangunan, dan bagaimana mengelola sampah (smart waste management).

“Aspek sustainability, saya rasa sudah masuk ke semua aspek, termasuk ke aspek keekonomian dan sektor energi. Jadi dalam beberapa hal misalkan untuk pembangkit listrik sekarang sudah mulai disusun base line seperti apa untuk emisi secara nasional. Nanti akan kita coba secara bertahap dilakukan pemahaman secara bersama dari sisi angka sehingga nanti akan ada roadmap ke arah penurunan dari target gas rumah kaca supaya bisa tercapai”, jelas Dadan.

Kementerian ESDM pun tengah berupaya mempercepat program kendaraan listrik dari sisi hulu, agar penggunaan baterainya bisa dipenuhi dari dalam negeri. Kementerian ESDM berinisiasi mendorong dari sisi penyediaan listriknya, antara lain dengan diterbitkannya dua Peraturan Menteri ESDM yang mengatur hal charging station, yang terkait dengan tarif tenaga listrik dan infrastruktur pengisian listrik.

Di sektor bangunan tentang gedung hijau, telah ada beberapa SNI terkait sistem pencahayaan, selubung bangun, dan tata udara atau yang menyangkut sistem manajemen energinya. Prinsip energy building sebagai bagian dari pengembangan green building nantinya akan terjadi penghematan energi, yang akan berimplikasi pada pengurangan CO2 tanpa mengorbankan aspek kenyamanan.

Di sektor rumah tangga kaitannya dengan lampu, AC dan alat elektronik lainnya, Direktorat Jenderal EBTKE memastikan seluruh standar dipenuhi dan diterapkan. Mengenai pengolahan sampah, Kementerian ESDM mendorong pemanfaatan sampah di sektor ketenagalistrikan.

"Sebenarnya tujuan utamanya bukan untuk menjadi listrik, tapi bagaimana mengolah sampahnya dengan pembangkit sendiri atau dicampur dengan pembangkit yang lain," pungkas Dadan.

Selanjutnya: Kepala Bappenas dorong pemda lakukan reformasi kesehatan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari