Kementerian ESDM: Penerapan pajak karbon berdampak pada tambahan biaya bagi pemasar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan penerapan pajak karbon (carbon tax) berpotensi memberi dampak pada tambahan biaya dan harga baik di sektor hulu maupun hilir bagi pemasar energi yang menghasilkan karbon.

"Ini tentu akan menyebabkan kenaikan harga baik di sisi hulu maupun di hilir bagi pemasar yang menghasilkan karbon", kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (15/11).

Kementerian ESDM telah melakukan exercise internal perhitungan dasar dampak penerapan pajak karbon dengan tiga skema yakni US$ 2 per ton (Rp 30/kg CO2e), US$ 5 per ton (Rp 75/kg CO2e), dan US$ 10 per ton (Rp 150/kg CO2e).


Secara rinci, terdapat tambahan biaya dari sisi produksi maupun tambahan harga dari sisi konsumen oleh produsen yang menghasilkan emisi seperti batubara, minyak, dan gas bumi seiring diberlakukannya pengenaan pajak karbon.

Baca Juga: Gojek dan TBS Energi Utama bangun ekosistem kendaraan listrik senilai Rp 17 triliun

Sebagai contoh, jika pajak karbon ditetapkan sebesar US$ 2 per ton atau Rp 30 per kg CO2e, maka terdapat tambahan biaya US$ 0,1 per ton dari sisi produksi batubara dengan intensitas emisi 38,3 Kg CO2/ton dan produksi minyak dengan intensitas emisi 46 kg Co2/barel. Selanjutnya dari sisi produksi gas bumi yang memiliki intensitas emisi sebesar 6.984 kg CO2/MMSCF akan dibebankan tambahan biaya US$ 0,01/MSCF.

Sementara dari sisi konsumen akan ada potensi peningkatan biaya tambahan harga sebesar Rp 64 per liter dari BBM yang memiliki intensitas 2,13 kg CO2/liter. Untuk konsumen gas atau LPG terdapat tambahan harga sebesar Rp 1.638/MSCF untuk gas dengan intensitas emisi 54,6 kg CO2/MSCF dan Rp 38/kg untuk LPG dengan intensitas emisi 1,26 kg CO2/kg.

Pengenaan pajak karbon juga berdampak pada tambahan biaya pada sisi konsumen batubara. Terdapat tambahan biaya pembangkit sebesar Rp 29/kWh dan tambahan di industri sebesar US$ 5 per ton dengan intensitas emisi 2.526 kg CO2/ton atau 0,95 kg CO2/kWh.

Sementara di di sektor ketenagalistrikan, jika asumsi penjualan listrik negara 265,85 TWh dengan besaran produksi CO2e mencapai 5,33 ton per tahun, maka pengenaan pajak karbon senilai US$ 1 per ton akan meningkatkan pendapatan negara senilai Rp 76,49 miliar.

Hal ini seiring juga dengan penambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik senilai Rp 76,49 miliar, dan penambahan subsidi listrik senilai Rp 20,46 miliar serta kompensasi senilai Rp 61,38 miliar.

Baca Juga: Anggota Komisi VI DPR sebut manajemen baru MIND ID punya tanggung jawab besar

Sesuai dengan Undang-Undangan No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan memperhatikan peta jalan pajak karbon yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau peta jalan pasar karbon.

Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp 30,00 per kg CO2e dimana berlaku pada 1 April 2022 di subsektor PLTU batubara dengan skema cap & tax. Subjek pajak karbon sendiri merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan karbon.

Selanjutnya: Tingkatkan pemanfaatan gas bumi, simak rencana bisnis PGN (PGAS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi