KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) bakal jadi tulang punggung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) ke depannya. Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Chrisnawan Anditya mengungkapkan dengan realisasi bauran EBT yang baru mencapai 11,2% pada 2020 maka perlu ada peningkatan dua kali lipat demi bisa memenuhi target 23% pada 2025 mendatang. "Kita punya potensi EBT yang melimpah namun mempertimbangkan waktunya kita harus manfaatkan semua EBT yang dimiliki. Yang menjanjikan dalam pandangan pemerintah adalah energi surya," kata Chrisnawan dalam Webinar , Scaling Up Solar in Indonesia: Reform and Opportunity, Kamis (9/9).
Chrisnawan mengungkapkan, pengembangan PLTS ke depannya bakal dibagi menjadi empat jenis PLTS.Pertama, melalui PLTS Atap. Kementerian ESDM menargetkan pengembangan PLTS Atap akan mencapai 3,6 GW pada 2025 mendatang Demi mencapai target, pemerintah kini tengah menyusun revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap.
Baca Juga: Pro dan kontra PLTS Atap, ini penjelasan super lengkap dari Kementerian ESDM Chrisnawan menjelaskan, dalam regulasi yang baru ini bakal ada sejumlah perubahan antara lain perubahan nilai ekspor energi listrik menjadi 100%, jangka waktu kelebihan listrik masyarakat di PLN diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan serta potensi
carbon trading yang bisa dimanfaatkan. Kedua, pengembangan PLTS skala besar. Dalam pengembangan PLTS skal besar, Chrisnawan memastikan hal ini sudah dimasukkan dalam revisi Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang kini tengah difinalisasi. Dari proses terkini, maka total kapasitas PLTS yang bakal dibangun ditargetkan mencapai 6,4 GW. Ketiga, PLTS Terapung. Chrisnawan mengungkapkan, potensi PLTS Terapung tergolong melimpah. Dari pemetaan yang ada maka potensinya mencapai 27 GW. Kendati demikian tidak seluruhnya dapat dikembangkan. Demi mengatasi isu intermitensi pada PLTS Terapung, maka pengembangannya harus dilakukan pada waduk yang juga memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). "Jika berkaitan dengan intermitensi, maka PLTS Terapung harus dikembangkan dekat dengan pembangkit hidro, potensi yang ada mencapai 12 GW dan ini angka yang besar," jelas Chrisnawan. Chrisnawan menambahkan, pihaknya juga telah mengusulkan agar pengembangan PLTS Terapung masuk dalam revisi RUPTL yang tengah dilakukan. Terakhir, pengembangan PLTS Off Grid. Menurutnya, pengembangan ini bakal berfokus pada area-area yang terpencil dan sulit dijangkau.
Baca Juga: Pengamat sebut revisi aturan tentang PLTS Atap belum mendesak Keempat strategi pengembangan PLTS Atap ini disebut Chrisnawan sebagai strategi jangka menengah yang bakal dicapai hingga 2030 mendatang. Dukungan regulasi
Sejumlah dukungan regulasi kini pun tengah disiapkan pemerintah. Upaya mendorong EBT diharapkan juga selaras dengan target pemerintah mencapai net
zero emission pada 2060 mendatang. Chrisnawan mengungkapkan, saat ini ada sejumlah regulasi dan panduan yang diharapkan bisa segera ditetapkan antara lain Peraturan Presiden tentang tarif EBT, RUU EBT hingga RUPTL 2021-2030. "Peraturan Presiden ini akan atraktif untuk investor karena dalam regulasi ini kita sudah menyediakan kompensasi jika harga jual listrik lebih tinggi dari
generation cost PLN," terang Chrisnawan. Chrisnawan mengungkapkan, regulasi ini diharapkan akan diumumkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Climate Change Conference (COP26).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .