KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya meningkatkan pemanfaatan biomassa untuk mengurangi penggunaan energi fosil yakni batubara yang masih dominan. Upaya itu sekaligus mendorong pencapaian target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025. Salah satu upaya yang didorong adalah pemanfaatan co-firing biomassa sebagai subtitusi batubara pada pembangkit listrik. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menyampaikan, co-firing biomassa ini ditargetkan bisa menambah bauran energi hingga 1%-3% pada tahun 2025. "Kami mendorong co-firing biomassa pada pembangkit listrik tenaga batubara dengan harapan bisa memenuhi target tambahan bauran energi sebesar 1%-3% pada 2025, serta berkomitmen melanjutkan penggunaan B30 dan akan terus mengembangkan biodiesel pencampur yang lebih tinggi dalam waktu dekat yakni uji coba B40," ungkap Feby dalam keterangan tertulis yang dikutip Kontan.co.id, (18/9). Dalam skema co-firing ini , lanjut Feby, pengembangan biomassa yang akan dioptimalkan potensinya adalah pelet biomassa yang bersumber dari segala jenis sampah organik. Skema itu diharapkan akan meningkatkan kemandirian energi nasional serta mengoptimalkan potensi pembangkit listrik tenaga biomassa yang sampai saat ini baru mencapai kurang dari 1,9 GW dari total potensi sekitar 32 GW.
"Beberapa PLTU sudah melakukan co-firing test dengan menggunakan biomass pellet serta RDF hingga 10%, bergantung pada teknologi boiler. Kami berharap pada tahun 2021 kami dapat mulai menerapkan co-firing di PLTU batubara secara berkelanjutan," ujar Feby. Sedangkan dalam komitmen dan kajian uji penerapan B30 serta pengembangan B40, Feby mengklaim bahwa biodiesel merupakan cara yang efisien untuk mengembangkan solusi yang lebih ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional. Hingga Agustus 2020, realisasi konsumsi biodiesel sebesar 5,6 juta kL atau 58% dari total alokasi tahun 2020 (9,6 juta kL). Baca Juga: Harga CPO sentuh rekor, analis ingatkan potensi pembalikan harga Konsumsi biodiesel diproyeksikan akan turun sebesar 13% dari alokasi tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. "Meskipun pandemi global terpukul dan mundur, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk melanjutkan program wajib B30," tegasnya.