Kementerian ESDM: Tarif Listrik EBT di Perpres 112/2022 Bisa Dievaluasi Tiap Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tarif listrik energi baru terbarukan (EBT) yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dapat ditinjau setiap tahunnya. 

Pada Pasal 5 tertulis, harga pembelian tenaga listrik dari EBT oleh PLN terdiri atas harga patokan tertinggi dan harga kesepakatan dengan atau tanpa memperhitungkan faktor lokasi. 

Adapun harga pembelian tenaga listrik akan dievaluasi setiap tahun sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku dengan mempertimbangkan rata-rata harga kontrak PLN terbaru. 


energi bBaca Juga: Investasi EBTKE Tahun Ini Melempem, ICRES: Akibat Kondisi dan Kebijakan Nasional

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyatakan, tarif yang ada di dalam Perpres 112 Tahun 2022 dimungkinkan diubah melalui Keputusan Menteri ESDM. 

“Jadi silakan dari asosiasi untuk mengajukan (penyesuaian tarif) melalui Direktorat Jenderal EBTKE, nanti akan direview bersama,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (7/12). 

Sebelumnya, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menilai tarif listrik panas bumi belum cukup mengakomodasi keekonomian proyek PLTP di dalam negeri. 

“Perumusan harga patokan tertinggi (HPT) dalam Perpres 112/2022 belum menggunakan asumsi-asumsi yang tepat,” jelas Sekretaris Jenderal Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Riza Pasikki dihubungi terpisah. 

Di dalam Perpres 112/2022 tarif listrik panas bumi dipatok di bawah 10 cent dolar per KWh. Sebagai gambaran harga patokan tertinggi PLTP di tahun pertama hingga sepuluh tahun dengan kapasitas sampai dengan 10 MW senilai US$ 9,76 cent per KWh, sedangkan di atas 100 MW senilai 7,65 cent dolar per KWh. 

Dia berharap pemerintah bisa duduk bersama dengan pengembang dan asosiasi panas bumi untuk menetapkan asumsi-asumsi yang realistis sehingga dapat  dijadikan acuan dalam revisi perumusan HPT. 

Menurutnya, demi mengakselarasi pengembangan geothermal di Indonesia, penyesuaian tarif listrik PLTP menjadi lebih tinggi sangat diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik. 

Baca Juga: Investasi EBTKE Indonesia di Tahun Ini Diproyeksi Capai Titik Terendah Sejak 2017

Senada, Ketua Indonesia Center for Renewable Energy Studies (ICRES), Surya Darma menyampaikan tarif listrik PLTP yang diatur di dalam Perpres 112/2022 belum cukup menunjang keekonomian proyek karena banyak faktor yang mempengaruhi investasi geothermal seperti risiko eksplorasi yang tinggi dan penyediaan infrastruktur yang menantang. 

Dia menyatakan, harga listrik dari pembangkit panas bumi jika mempertimbangkan skala kapasitas, infrastruktur, dan dukungan pemerintah, tarifnya bisa di atas 10 cent dolar per KWh. 

“Selain menyelesaikan aspek bisnis, pemerintah juga semestinya memberikan  kepastian hukum dalam berusaha, menghilangkan pola negosiasi harga yang berkepanjangan sehingga tidak memberikan kepastian waktu,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi