KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menetapkan alokasi volume Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel untuk tahun 2026 sebesar 15.646.372 kiloliter (kL). Kebijakan ini menjadi bagian penting dari keberlanjutan program mandatori biodiesel nasional sekaligus penguatan ketahanan energi dalam negeri. Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 439.K/EK.01/MEM.E/2025 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) Jenis Biodiesel serta Alokasi Volume BBN Jenis Biodiesel untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Tahun 2026.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listyani menjelaskan, total alokasi biodiesel 2026 tersebut terbagi dalam dua kategori utama. Pertama, alokasi untuk Public Service Obligation (PSO) sebesar 7.454.600 kL. Kedua, alokasi non-PSO sebesar 8.191.772 kL. “Pelaksanaan program mandatori biodiesel tahun 2026 ini akan didukung oleh sinergi dari 32 BU BBM dan 26 BU BBN yang telah ditunjuk oleh Pemerintah, dengan tetap mempertahankan skema insentif bagi sektor PSO sebagaimana ketentuan pada tahun sebelumnya,” ujar Eniya di Jakarta, Selasa (23/12/2025). Menurut Eniya, penetapan alokasi biodiesel ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam menekan ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Selain itu, kebijakan tersebut diharapkan mampu memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional, meningkatkan pemanfaatan sumber daya energi domestik, serta mendukung pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca. Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, implementasi program biodiesel pada 2026 diproyeksikan memberikan dampak ekonomi dan lingkungan yang signifikan. Program ini diperkirakan mendorong pertumbuhan industri hilir dan rantai nilai sawit nasional dengan peningkatan nilai tambah crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel mencapai Rp21,8 triliun. Selain itu, program biodiesel juga berpotensi menghasilkan penghematan devisa negara dari impor solar hingga Rp139 triliun, menyerap tenaga kerja lebih dari 1,9 juta orang, serta menurunkan emisi gas rumah kaca sekitar 41,5 juta ton CO2e. Untuk memastikan implementasi berjalan efektif dan akuntabel, pemerintah berkomitmen memperkuat tata kelola, pengawasan, dan transparansi pelaksanaan program di lapangan. Penguatan ini dilakukan melalui penetapan alokasi yang terukur dan berbasis kapasitas serta kinerja badan usaha terkait. Langkah pengawasan mencakup monitoring standar mutu biodiesel secara ketat, pengawasan distribusi di titik serah, hingga pelibatan surveyor independen untuk melakukan verifikasi volume dan kualitas biodiesel yang disalurkan ke konsumen. Pengawasan yang komprehensif tersebut bertujuan agar program Biodiesel 40% (B40) dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat maksimal bagi seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, pelaku industri, hingga masyarakat luas.
Pemerintah juga membuka peluang untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mandatori biodiesel ke depan, apabila terdapat perubahan target alokasi volume sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan strategis nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News