Kementerian ESDM tidak setuju usul PLN turunkan porsi gas dalam RUPTL



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT PLN (Persero) tengah membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028. Dalam draf RUPTL tersebut, PLN mengusulkan agar porsi gas dalam bauran energi berkurang.

Jika dalam RUPTL 2018-2027, target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23%, gas 22%, batubara 54,4%, dan BBM 0,4%. Maka dalam draf RUPTL 2019-2028, EBT tetap 23%, porsi gas turun menjadi sebesar 17,7%, porsi batubara meningkat menjadi 58,9%, dan BBM tetap sama sebesar 0,4%. Sementara bauran energi saat ini untuk porsi EBT sebesar 11,9%, gas sebesar 19,7%, BBM 4,2%, batubara 63% dan impor 1%.

Namun Dirjen Ketenagalistrikan ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, usulan PLN untuk menggunakan peaker tenaga EBT tidak bisa dilakukan. Makanya porsi gas akan tetap 22%. "Tidak bisa, tidak ada. Peaker itu justru harus cepat, begitu turun (daya) langsung cepat naik lagi. Porsi gas 22% tetap, tadinya mau turun tapi tidak jadi tetap stabil,"kata Andy pada Kamis (24/1) malam.

Andy menjelaskan peaker EBT tidak mungkin digunakan karena intermittent. Sementara pembangkit listrik peaker seharusnya tidak intermittent. "EBT itu sifatnya intermiten, misalnya kita pakai matahari mulai pukul 06.00 - 07.00 oke, karena ada  matahari. Nah kalau pukul 15.00  itu kan jadi turun matahari, terus ada penurunan daya, nah ini siapa yang harus dipilih, yang harus dipilih pembangkit yang rampingnya harus cepat contohnya gas, baterai hydro power,"jelas Andy.

Menurut Andy, pembangkit listrik EBT tidak bisa cepat meningkatkan daya. Pembangkit listrik gas yang mungkin cocok sebagai peaker. "Apakah EBT bisa secepat itu, energi primer menekan BBM, kan harus diturunin terus. Kalau BBM turun, gas turun bagaimana? Batubara ramping time lama, masaknya lama, kecuali ada PLTU yang ramping time cepat dalam sekian menit, nah itu oke sama kaya gas," imbuhnya.

Dengan tidak ada perubahan peaker dari gas ke EBT, pemerintah menargetkan porsi EBT bisa mencapai sebesar 23%. Andy yakin target tersebut bisa dicapai jika ada teknologi yang membuat harga listrik EBT lebih terjangkau. "Kan kami ada program terus jalan, kan EBT banyak hydro, ada CPO, ada BBN, angin, air, tidel (arus laut), itu banyak loh, cuma belum cocok harganya. Mungkin hari ini mahal begitu ada teknologi baru jadi murah,"kata Andy.

Selain tidak mengubah porsi EBT, Andy juga menyebut tidak ada perubahan jadwal commercial on date (COD) pembangkit listrik terutama pembangkit listrik dalam program 35.000 MW. Menurutnya, beberapa jadwal COD pembangkit listrik terpaksa mundur hingga 2024. "Seperti biasa, COD-nya saja ditahan, ada yang dipercepat, tapi tetap 2024 itu program 35.000 MW itu selesai, itu selesai COD 2024 yang pasti ada penambahan-penambahan lagi,"pungkas Andy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli