KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan menegaskan kasus hepatitis akut berat yang terjadi saat ini bukan akibat pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak. Sebab, hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa kasus hepatitis akut berat yang menyerang anak-anak ini diderita oleh anak-anak yang sudah mengikuti vaksinasi Covid-19. "Banyak berita menyebutkan (mengaitkan) kejadian ini dengan vaksinasi Covid-19. Ini tidak benar tidak ada bukti kaitan dengan vaksin Covid-19 Ada yang berhubungan dengan virus tapi tidak ada bukti dengan vaksinasi Covid-19," kata Hanifah Oswari, Guru Besar Gastro Hepatologi RSCM FKUI Jakarta dalam konfrensi pers, yang digelar oleh Kementerian Kesehatan, Kamis (5/5) siang.
Menurut Hanifah masih ada kemungkinan kejadian berlangsung bersamaan tapi vaksinasi Covid-19 bukan penyebab langsungnya. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga meminta agar berita hoaks dengan vaksinasi Covid-19 untuk anak harus diantisipasi. Perlu tindakan preventif dan kuratif menangani gejala hepatitis akut yang menjadi persoalan global di negara lain terutama negara maju," kata Muhadjir dalam kesempatan yang sama. Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menambahkan Berdasarkan hasil investigasi kontak terhadap tiga kasus yang meninggal dunia, ketiganya datang ke fasilitas kesehatan pada kondisi stadium lanjut, sehingga hanya memberikan waktu sedikit bagi tenaga kesehatannuntuk melakukan tindakan pertolongan. Pasien yang meninggal ini terdiri anak berumur dua tahun belum mendapatkan vaksin Covid-19. Kedua pasien anak berusia delapan tahun yang telah mendapatkan satu kali atau satu dosis vaksin Covid-19. Sedangkan kasus ketiga adalah pasien anak berusia 11 tahun sudah mendapatkan vaksin Covid-19 secara lengkap. "Ketiganya negatif Covid-19," kata Nadia Nadia juga menjelaskan ada beberapa faktor risiko dari para pasien tersebut. Salah satu kasus, pasien pernah memiliki penyakit penyerta. Meskipun ada dugaan tiga kasus pasien anak tersebut termasuk pada pada kasus hepatitis akut, namun Kementerian Kesehatan belum menggolongkan tiga pasien ini dalam kategori hepatitis akut gejala berat. Masih kriteria pending klasifikasi, karena ada pemeriksaan adenovirus yang hasilnya membutuhkan waktu 10 hari sampai 14 hari ke depan," katanya. Selain itu faktor risiko lainnya Kementerian Kesehatan tidak menemukan riwayat hepatitis dari anggota keluarga lain dan ketiga anak tersebut tidak memiliki gejala yang sama. Hanya saja keluhan umum atau keluhan utama saluran cerna, mual, muntah diare hebat," katanya. Sebelumnya Nadia menyampaikan, Kemenkes telah meningkatkan kewaspadaan dalam dua pekan terakhir setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus hepatitis akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika, dan Asia, serta belum diketahui penyebabnya sejak 15 April 2022. Melalui pernyataan tertulis Minggu 1 Mei 2022 Nadia menyatakan, Kementerian Kesehatan telah melakukan penguatan surveilans melalui lintas program melibatkan lintas sektor, agar dapat segera dilakukan tindakan apabila ditemukan kasus sindrom jaundice akut maupun yang memiliki ciri-ciri seperti gejala hepatitis. Kementerian Kesehatan telah meningkatkan kewaspadaan dalam dua pekan terakhir setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus hepatitis akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia, dan belum diketahui penyebabnya sejak 15 April 2022. Kebijakan ini setelah Kementerian Kesehatan menemukan kasus tiga pasien anak yang meninggal dunia saat dirawat di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dengan dugaan Hepatitis Akut. Hingga saat ini belum diketahui penyebabnya. Kasus tersebut terjadi dalam kurun waktu dua minggu terakhir hingga 30 April 2022. Ketiga pasien hepatitis akut ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Perlu di ketahui gejala hepatitis akut yang ditemukan pada pasien-pasien ini adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang dan penurunan kesadaran. Saat ini, Kementerian Kesehatan RI sedang berupaya untuk melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap. Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut hepatitis akut ini. ''Selama masa investigasi, kami menghimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tetap tenang. Lakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan protokol kesehatan,'' kata Siti Nadia Tarmizi. Nadia meminta jika masyarakat menemukan gejala hepatitis akut pada anak-anak memiliki gejala kuning, sakit perut, muntah-muntah dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang, diikuti penurunan kesadaran, agar segera memeriksakan anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat. Sebagai catatan sejak WHO secara resmi mengumumkan kasus sebagai hepatitis akut sebagai KLB, jumlah laporan terus bertambah, tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara. WHO pertama kali menerima laporan hepatitis akut pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown aetiology ) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah. Kisaran kasus hepatitis akut terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10%) memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal. Gejala klinis hepatitis akut pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (Penyakit Kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus hepatitis akut tidak ditemukan adanya gejala demam. Penyebab dari penyakit hepatitis akut tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium di luar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut. Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus dil luar negeri yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus. Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) tertanggal 27 April 2022. Surat Edaran ini bertujuan untuk meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya.
Kemkes meminta Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit untuk antara lain memantau dan melaporkan kasus sindrom Penyakit Kuning akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak dan memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Kemenkes juga meminta pihak terkait untuk menginformasikan kepada masyarakat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terdekat apabila mengalami sindrom Penyakit Kuning, dan membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor. ''Tentunya kami lakukan penguatan surveilans melalui lintas program dan lintas sektor, agar dapat segera dilakukan tindakan apabila ditemukan kasus sindrom jaundice akut maupun yang memiliki ciri-ciri seperti gejala hepatitis,'' kata Nadia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Syamsul Azhar