Kementerian Keuangan AS Dorong Aturan Permodalan Perbankan Ditinjau Ulang



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) menilai peraturan perbankan dan pengawasan perlu ditinjau ulang pasca bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank.

Menurut Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, hal itu diperlukan untuk memastikan resiko sistem perbankan sehingga kasus kegagalan bank tidak terjadi lagi.  Dia mengatakan pengurangan persyaratan modal bank tahun 2018 dan pengawasan yang kuat untuk bank kecil dan menengah dengan aset di bawah US$ 250 miliar harus diperiksa ulang.

Selain itu, lanjutnya, diperlukan regulasi yang lebih kuat lagi untuk sektor non  bank atau shadow banking yang sedang berkembang saat ini, termasuk pendanaan pasar uang, hedge fund, dan aset kripto. 


"Setiap kali ada bank yang gagal maka itu harus jadi perhatian serius. Persyaratan regulasi telah dilonggarkan dalam beberapa tahun terakhir. Saya percaya penting untuk menilai dampak dari keputusan-keputusan deregulasi ini dan mengambil tindakan yang diperlukan sebagai tanggapan," kata Yellen dilansir Reuters, Jumat (31/3).

Dia menambahkan bahwa reformasi regulasi yang diberlakukan setelah krisis keuangan 2008 telah membantu sistem keuangan AS menghadapi guncangan, termasuk pandemi Covid-19. Tetapi kegagalan dua bank regional AS pada Maret ini menunjukkan bahwa pengaturan bisnis perbankan belum selesai.

Yellen bilang, sistem keuangan AS saat ini secara signifikan lebih kuat dari 15 tahun yang lalu. Stabilitas sektor perbankan saat ini menurutnya masih relatif terjaga meskipun ada kekhawatiran terkait beberapa bank tertentu.

Namun, ia memandang penting bagi otoritas AS untuk memeriksa apakah rezim pengawasan dan pengaturan saat ini sudah cukup untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi perbankan saat ini. "Kita harus bertindak untuk mengatasi risiko jika perlu," ujarnya.

Hanya saja, pernyataan Yellen tersebut tidak berisisi proposal khusus. Dia mengakui bahwa regulasi yang lebih ketat tentu akan menambah biaya yang harus dikeluarkan bank. Namun, ia menekankan bahwa biaya itu tidak seberapa dibanding dengan biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi krisis keuangan.

Dia juga mengulangi komentarnya minggu lalu bahwa Departemen Keuangan, The Fed dan lembaga penjamin simpanan  AS sedang mempersiapkan untuk kembali menggunakan alat yang sama dengan yang digunakan untuk melindungi para deposan dalam kegagalan SVB dan Signature Bank. 

Untuk non bank, lanjut Yellen, perlu lebih banyak aturan untuk mengatasi risiko yang muncul dari sektor ini. Aturan yang dibuat tidak boleh membiarkan rsiko bergeser ke sektor lain dalam sistem keuanganan.

Reksadana pasar uang dan reksadana terbuka masih rentan dijalankan. Yellen mengatakan, Komisi Sekuritas dan Bursa sedang menyiapkan aturan baru untuk itu.

Dari sisi Hedge Fund yang asetnya mencapai US$ 10 triliun pada akhir 2021, Kementerian Keuangan tengah memperhatikan penggunaan leverage di beberapa perusahaan. Kementerian bisa memaksa mereka menjual asetnya, termasuk sekuritas treasury pada masa-sama sulit.

"Kelompok Kerja Hedge Fund yang dipulihkan Dewan Pengawas Stabilitas Keuangan multi-regulator akan terus memantau risiko dan mengembangkan rekomendasi kebijakan," kata Yellen.

Dia menambahkan, pemerintahan Biden terus mempelajari potensi risiko sistemik dari aset digital, sebuah upaya yang dimulai sebelum jatuhnya pertukaran cryptocurrency FTX.

"Pelarian pada satu stablecoin dapat menyebabkan kepanikan pada stablecoin lainnya - menyebabkan aksi jual yang lebih luas. Kongres harus mengesahkan undang-undang untuk menetapkan kerangka peraturan kehati-hatian yang komprehensif untuk penerbit stablecoin dan untuk aset digital lainnya." pungkasnya.

Editor: Dina Hutauruk