KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian sedang berupaya untuk meningkatkan produksi bawang putih. Pasalnya, hingga saat ini Indonesia baru mampu memproduksi bawang putih sekitar 18.000 - 20.000 ton dalam setahun dengan luas areal tanam sebesar 2.000 hektare (ha). Padahal dalam setahun kebutuhan Indonesia atas bawang putih sebesar 480.000 - 500.000 ton. Karena itulah Prihasto Setyanto, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian (Kemtan) mengungkap, saat ini Indonesia masih memenuhi kebutuhannya dengan mengimpor bawang putih sebesar 460.000 - 480.000 ton setiap tahun. Untuk meningkatkan produksi bawang putih tersebut, Kemtan pun mengeluarkan aturan tentang Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) yang tertuang dalam Peraturan Kementerian Pertanian nomor 16/2017. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa importir harus menanam 5% dari kuota impor yang dilakukan.
Prihasto menjelaskan, hingga saat ini aturan tersebut masih berlangsung dengan baik. Bahkan, sudah terdapat lebih dari 15 perusahaan yang sudah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) antara importir dengan petani yang diketahui oleh dinas pertanian. "Sampai sekarang sudah banyak importir yang menandatangani MOU dengan petani dan diketahui oleh dinas. Pengimpor yang menandatangani itu sudah ada lebih dari 15 perusahaan. Untuk pengimpor yang mengajukan RIPH sendiri ada 90 perusahaan, tetapi belum tentu semua disetujui. Kalau tidak ada rencana tanam, kan tidak dikeluarkan RIPHnya," ujar Prihasto, Rabu (18/10). Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia Pieko Nyoto Setiadi mengungkap, sejauh ini pengusaha masih bersedia mengikuti aturan tersebut. Dia bilang, sampai saat ini belum ada kendala yang dihadapi apabila aturan tersebut belum dijalankan. " Tujuannya kan untuk mengurangi impor, jadi harus dilakukan penanaman. Sejauh ini masih dicoba, sedang proses, jadi belum ada kendalanya," ujat Pieko. Pieko mengungkap, pengimpor memang bisa memilih bekerjsama dengan petani atau menanam sendiri menggunakan lahan yang ada atau membuka lahan baru. Namun, pengimpor harus mengupayakan sendiri benih yang ingin digunakan tanpa bantuan dari petani. Menurutnya, sampai saat ini benih yang akan digunakan adalah benih bawang putih dari China. Prihasto pun membenarkan bahwa pengimpor memang bebas memilih apakah ingin bermitra dengan petani atau menanam bawang putih secara pribadi. Namun, pengimpor harus menyediakan benih sendiri. Dia bilang, pengimpor boleh menanam benih dari dalam negeri atau dari luar negeri seperti China yang terkenal sebagai produsen bawang putih nomor 1 di dunia. Menurut Prihasto, dengan upaya ini memang akan mampu meningkatkan produksi bawang putih sebanyak 20.000 ton setahun. Luas lahan juga dapat bertambah sekiatr 4.000 ha. Meski begitu, Prihasto berpendapat angka tersebut masih tergolong kecil dibandingkan luas lahan yang harus dicapai untuk meraih swasembada bawang putih. "Kalau mau swasembada kan harus ada lahan 73.000 ha, sementara sekarang lahan yang ada 2.000 ha. Berarti harus ada 71.000 ha lagi, sementara nanti dari penanaman 5% dari kuota impor itu, lahan bertambah sekitar 4.000 ha, masih sangat sedikit," jelasnya.
Pemerintah juga terus berupaya mengembangkan luas areal tanam bawang putih. Sampai saat ini Prihasto berpendapat dari 99 Kabupaten di Indonesia terdapat 600.000 ha tanah yang berpotensi untuk ditanami bawang putih. "Masalahnya kan itu hanya lahan berpotensi, sampai sekarang masih ditanami tanaman lain," tambah Prihasto. Untuk mencapai swasembada bawang putih, Prihasto juga mengungkap Kemtan sedang berupaya menanam benih dari dana APBNP tahun 2017. Menurutnya, tahun ini terdapat 1.820 ha lahan yang sudah ditanami dan akan menghasilkan 9.100 ton benih pada Januari atau Februari 2018. Rencananya pada APBN 2018 akan terdapat lahan seluas 7.000 ha untuk ditanami dan menghasilkan benih sebanyak 35.000 ton. "Untuk bisa swasembada kan benih dulu yang harus ada. Karena itulah kita produksi benih terlebih dahulu," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto