Kementerian Perumahan Kaji Pasokan Jargas untuk Program 3 Juta Rumah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait akan mengkaji penggunaan jaringan gas untuk program 3 juta rumah.

Langkah ini dilakukan menyusul adanya usulan yang disampaikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat audiensi dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). 

Ketua KPPU M Fanshurullah Asa mengusulkan rumah-rumah yang dibangun dalam program 3 juta rumah sedapat mungkin menggunakan jaringan gas rumah tangga, bukan menggunakan LPG 3 Kg. 


Baca Juga: Menteri ATR Pastikan Lahan untuk Program 3 Juta Rumah Siap Awal Tahun Depan

Menurutnya hal ini dapat menjadi salah satu cara melakukan penghematan anggaran negara untuk subsidi. 

"Program 3 juta rumah. Kami berharap membangun jaringan gas," ujar Fanshurullah di Kantor KPPU, Jumat (20/12).

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengaku akan mengkaji usulan tersebut. 

Ara, sapaan akrab Maruara mengatakan usulan yang tujuannya untuk berhemat ditengah keterbatasan anggaran, perlu didiskusikan dengan kementerian terkait dan stakeholder perumahan.

"Kita akan pelajari, nanti juga saya berdiskusi dengan menteri ESDM," ujar Ara.

Ara menambahkan bahwa pihaknya terus berpikir membuat sebuah kebijakan yang pro kepada rakyat, negara, dan dunia usaha. 

"Kalau perlu kita buat diskusi kepada stakeholder perumahan untuk mendengarkan presentasi dari KPPU. Akan saya undang KPPU untuk menyampaikan ide itu," jelas Ara.

Sebelumnya, Ketua KPPU M Fanshurullah Asa menilai, keterbatasan jaringan pipa gas mengakibatkan konsumen bergantung pada LPG khususnya kemasan 3 Kg. 

Baca Juga: ATR/BPN Sediakan 79.925 Hektare Tanah untuk Program 3 Juta Rumah

Data menunjukkan bahwa konsumsi LPG 3Kg terus meningkat tiap tahun, sementara LPG (non subsidi) stagnan dan cenderung turun dan terindikasi beralih ke LPG bersubsidi. 

Tercatat, tingkat konsumsi LPG 3 Kg meningkat dari 6,8 juta MT di 2019 menjadi 8,07 juta MT di 2023 atau tumbuh 3,3% secara rata rata dalam lima tahun terakhir.

Sejalan dengan hal tersebut, biaya subsidi LPG 3Kg terus meningkat (rata rata tumbuh 16% selama 5 tahun), dari Rp 54,1 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 117,8 triliun di tahun 2023.

Tahun ini, terdapat alokasi subsidi LPG sebesar Rp 87,5 trilliun. Sehingga sejak tahun 2019, total subsidi yang diberikan pemerintah untuk gas sudah mencapai Rp 460,8 trilliun. 

Dengan fakta bahwa mayoritas LPG berasal dari impor, maka dapat diperkirakan total nilai impor LPG selama periode 2019-2023 mencapai Rp 288 trilliun. 

Dengan membandingkan total biaya subsidi LPG dalam periode yang sama (yakni sebesar Rp 373 trilliun), maka rasio biaya impor LPG mencapai 77% dari total subsidi LPG. 

Jika digabung dengan subsidi tahun ini, total biaya subsidi dan nilai impor tersebut mencapai Rp 833,8 triliun. 

"Besaran tersebut sangat signifikan karena mencerminkan devisa yang hilang serta opportunity loss yang subtansial, terutama apabila dapat digunakan untuk pembangunan dan pengembangan jargas kota," kata Fanshurullah.

Menurutnya, tanpa ada perubahan signifikan dalam kebijakan jargas, subsidi LPG akan terus membebani anggaran Pemerintah ke depannya. Sebagai ilustrasi, apabila 50% dari total akumulasi dana subsidi LPG digunakan untuk pembangunan jargas kota, dengan asumsi 1 sambungan rumah (SR) = Rp 10 juta, maka dapat dibangun 23 juta SR dalam periode 5 tahun. 

"Tidak hanya ini akan melewati target RPJMN, peralihan ini juga akan berdampak signifikan terhadap penurunan impor LPG dan penghematan devisa bagi negara," terang Fanshurullah.

Selanjutnya: Delapan dari 10 Saham Akan Delisting Gara-Gara Pailit, Bagaimana Nasib Investor?

Menarik Dibaca: RAAM Optimistis Bisa Membesarkan Bisnis di Tahun 2025, Ini Alasannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi