Kementerian PUPR targetkan jaringan irigasi di Aceh rampung tahun 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan 500.000 hektare (ha) irigasi dan merehabilitasi 2,5 juta ha jaringan irigasi mulai tahun 2020 hingga 2024 mendatang.

Sebanyak lima jaringan irigasi yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) kini dalam tahap penyelesaian, di mana dua diantaranya berada di Provinsi Aceh yakni pembangunan jaringan irigasi Daerah Irigasi (DI) Lhok Guci di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh, dan DI Jambo Aye Kanan di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur Provinsi Aceh.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, Kementerian PUPR telah membangun banyak bendungan dan bendung di berbagai daerah. Selanjutnya akan diikuti dengan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi untuk menunjang produktivitas sentra-sentra pertanian. Diharapkan dengan meningkatnya produktivitas pertanian, juga dapat membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.


“Pembangunan bendungan diikuti oleh pembangunan jaringan irigasinya. Dengan demikian bendungan yang dibangun dengan biaya besar dapat memberikan manfaat yang nyata dimana air akan mengalir sampai ke sawah-sawah milik petani,” jelas Basuki dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (1/10).

Kementerian PUPR mengatakan, pembangunan jaringan DI Jambo Aye Kanan telah dimulai sejak akhir 2016 dan progresnya saat ini sudah sekitar 80,23% dengan target rampung pada tahun 2022.

Dengan biaya pembangunan sebesar Rp 225 miliar, pembangunan jaringan irigasi DI Jambo Aye Kanan mencakup pekerjaan saluran primer sepanjang 10 Km dan saluran jaringan sekunder 32 km yang akan mengairi area seluas 3.028 hektar. Pekerjaannya dilakukan oleh kontraktor PT. Selaras Mandiri Sejahtera - PT. Nakhla Sampurna, KSO.

Selain itu, pembangunan jaringan irigasi di Lhok Guci yang akan mengairi area seluas 18.542 hektar, saat ini pembangunannya sudah memasuki tahap II untuk pembangunan saluran primer sepanjang 10 km dan saluran sekunder sepanjang 812 m.

Baca Juga: Pemerintah akan bangun 100.000 rumah di ibu kota baru, ini peruntukannya

Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I, Djaya Sukarno menuturkan, wilayah sungai di provinsi Aceh dipisahkan oleh bukit barisan, dimana sisi pantai barat curah hujannya tinggi mencapai 4.000 mm sedangkan sisi pantai timur curah hujannya rendah mencapai 1.300 mm.

"Untuk dapat melayani daerah irigasi di sisi pantai timur secara optimal dibutuhkan bendungan, saat ini sedang dibangun bendungan Keureuto di Aceh Timur dan bendungan Rukoh di Pidie. Sebaliknya di sisi pantai barat potensi air berlimpah sehingga tidak diperlukan bendungan, sebagaimana halnya dgn D.I. Lhok Guci di Aceh Barat," ucap Djaya.

Menurutnya pembangunan DI Lhok Guci diawali dengan dibangunnya Bendung Lhok Guci pada 2004-2008 dan dilanjutkan pembangunan saluran-nya pada tahun 2008-2015.

"Kemudian dilanjutkan menjadi salah satu PSN dikerjakan tahap I nya pada 2015-2017. Setelah itu masuk tahap II 2018-2020, namun pada 2020 ada pandemi Covid-19 dan terkena refocusing anggaran sehingga target penyelesaian mundur ke tahun 2023," ujar Djaya.

Meskipun terkena refocusing anggaran akibat pandemi Covid-19, pembangunan tahap II Daerah Irigasi (DI) Lhok Guci dilaksanakan oleh PT Hutama Karya-Jaya Konstruksi, KSO dengan nilai kontrak Rp 255,55 miliar terus dilanjutkan. Berdasarkan data hingga saat ini progres konstruksinya sebesar 83,46%.

Pada tahun 2020, dikatakan Djaya, saluran irigasi Lhok Guci, Kabupaten Aceh Barat, telah difungsikan secara bertahap mulai musim tanam Oktober 2020-Maret 2021 (Okmar) untuk mengairi sawah seluas 400 hektare (ha).

"Kemudian tahun-tahun berikutnya akan ditingkatkan lagi fungsionalnya sehingga nantinya petani di Kabupaten Aceh Barat bisa mendapatkan suplai air dengan baik untuk mendukung Gerakan Aceh Mandiri Pangan yang dicanangkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh," terang Djaya.

Selanjutnya: Tinjau tol Cisumdawu, Menteri PUPR pastikan operasional awal 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari