Kementerian Sosial kelola dana CSR fakir miskin



JAKARTA. Kementerian Sosial (Kemsos) bakal punya tugas baru: mengelola dana tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan alias corporate social responsibility (CSR) yang akan disalurkan untuk fakir miskin.

Wewenang anyar Kemsos itu termaktub dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penanganan Fakir Miskin. Beleid baru ini akan disahkan DPR menjadi undang-undang dalam sidang paripurna 22 Juli 2011.

Nah, Pasal 35 ayat 1 calon beleid tersebut menyebutkan, sumber pendanaan penyelenggaraan penanganan fakir miskin juga berasal dari badan usaha sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jadi, "Perusahaan wajib menyisihkan dana bantuan sosial untuk fakir miskin," tegas Ahmad Zainuddin, Wakil Ketua Panja RUU Penanganan Fakir Miskin kemarin (19/7).


Menteri Sosial Salim Assegaf Al Jufri menambahkan, pada prinsipnya, seluruh perusahaan yang memiliki dana CSR wajib memberikan bantuan sosial untuk fakir miskin. "Tapi nanti, ada perusahaan yang wajib memberikan CSR dan ada yang tidak," kata Salim kepada KONTAN.

Sejauh ini, RUU Penanganan Fakir Miskin belum mengatur detil porsi laba bersih yang wajib disisihkan perusahaan sebagai CSR bidang pengentasan kemiskinan. Pemerintah akan menetapkan detil aturan main tentang besarannya tersebut melalui peraturan pemerintah (PP).

Sebagai ancar-ancar, dalam pembahasan di Panitia Khusus (Pansus) RUU Penanganan Fakir Miskin, sempat keluar usulan porsi setoran CSR pengentasan kemiskinan sebesar 1% dari laba perusahaan. "Bisa saja ini menjadi acuan pemerintah dalam menyusun PP supaya lebih jelas alokasinya," ujar Zulkarnaen Djabar, anggota Pansus dari Fraksi Golkar.

Nanti, Kemsos akan mengumpulkan semua dana penanganan fakir miskin termasuk dana dari CSR perusahaan itu. Zulkarnaen menambahkan, Kemsos pula yang akan mengelola semua bantuan untuk fakir miskin itu.

Fakir miskin di sini adalah mereka yang ada di lapisan masyarakat tidak mampu alias very poor. Di atas golongan ini, dana CSR bisa dikelola oleh kementerian lain, seperti Kementerian Dalam Negeri yang punya Tim Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, ketentuan baru ini akan membuat pengusaha bingung menyalurkan CSR. Soalnya, CSR itu pada dasarnya bersifat sukarela, bukan paksaan. "Selama ini, kami menyalurkan CSR secara langsung, tidak lewat pemerintah agar lebih efektif," imbuh Sofjan.

Maka itu, Sofjan menyayangkan sikap pemerintah dan DPR yang menetapkan kebijakan seputar dana CSR tanpa lebih dulu mengajak bicara para pengusaha. Padahal, pelaku usaha yang jelas-jelas akan melaksanakan peraturan CSR tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can