JAKARTA. Tahun 2014 menjadi tahun yang berat bagi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Ini terlihat dari kinerja perseroan di kuartal III-2014 yang merugi Rp 563,9 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, ANTM mengantongi laba Rp 347,99 miliar. Dari sisi pendapatan, setahun terakhir hingga September 2014 atau year on year (yoy), emiten plat merah ini mencatatkan penurunan 51,5% menjadi Rp 5,81 triliun. Penyebabnya adalah penjualan bijih nikel turun 2.098% menjadi Rp 89,1 miliar. Penjualan emas turun 37,82% menjadi Rp 2,79 triliun pada periode itu. Tapi penjualan feronikel naik 51,83% menjadi Rp 2,61 miliar dan penjualan batubara naik 164,13% menjadi Rp 128,19 miliar.
Para analis menilai, kinerja ANTM anjlok karena perseroan tak bisa lagi mengekspor bijih nikel. Maklum, pemerintah melarang ekspor mineral mentah sejak 12 Januari 2014. Lydia J Toisuta, Analis JP Morgan, dalam riset pada 3 November 2014, mengatakan, larangan ekspor bijih nikel itu berdampak sangat negatif terhadap kinerja perseroan. Ia menduga, efek larangan tersebut masih berlanjut hingga ekspansi ANTM selesai. Perseroan ini gencar berekspansi dengan membangun industri pengolahan atau smelter. ANTM membangun pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) serta fasilitas pengolahan biji nikel menjadi feronikel di Halmahera, Maluku Utara (FeNi Haltim). Analis Credit Suisse Ami Tantri dalam riset pada 3 November 2014 memaparkan, salah satu alasan pendapatan ANTM menurun lantaran volume produksi emas turun 5% menjadi 1.752 kg. Ini akibat kadar emas pada tambang Gunung Pongkor dan Cibaliung yang rendah. Penjualan emas juga turun 28% menjadi 5.520 kg. Kondisi makin buruk karena harga jual emas turun 14% menjadi US$ 1.247 per oz. "Torehan ini di bawah ekspektasi kami," tulisnya.
Mengandalkan utang Mengenai pembangunan smelter, David Nathanael Sutyanto, Kepala Riset First Asia Capital, menilai, langkah tersebut tepat untuk mendapatkan nilai tambah bagi kinerja perseroan. Pada proyek FeNi Haltim kapasitas produksi 40.000 tonn nikel dalam feronikel (Tni) per tahun, ANTM harus merogoh US$ 1,6 miliar. ANTM mengandalkan pinjaman. Terbaru, perseroan sedang menuntaskan pinjaman senilai US$ 100 juta-US$ 110 juta untuk membiayai belanja modal tahun depan. David mencatat, di kuartal III-2014 ini, debt to equity ratio (DER) ANTM 0,87 kali. Dengan tambahan utang, David menilai, DER ANTM bisa meningkat menjadi 2 kali. Analis pesimistis, ANTM dapat membukukan kinerja positif di akhir tahun di tengah harga komoditas yang tengah turun. "Melihat kinerja dan utang perseroan, kami memperkirakan paling tidak dalam jangka menengah, lima tahun baru bisa pulih," ungkap Jhon Veter, Analis Investa Saran Mandiri. Ami menerka, pendapatan ANTM di tahun ini sebesar Rp 9,98 triliun dengan rugi bersih Rp 459 miliar. Ia melabelkan underperform saham ANTM dengan target harga di Rp 950. Lydia juga menstempel underwight dengan target harga Rp 880 dan David merekomendasikan netral di harga Rp 900. Selasa (2/12) harga ANTM naik 0,51% menjadi Rp 985 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia