KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis kuliner memang enggak ada matinya. Tengok saja, es krim (ice cream). Makanan penutup mulut ini punya banyak penggemar. Bukan cuma anak-anak yang doyan, juga kaum muda sampai orang dewasa.
Apalagi, rasa es krim semakin beragam. Tidak hanya menyajikan seonggok es krim dengan rasa dasar, seperti susu, vanila, cokelat, atau stroberi saja, tapi beraneka rasa. Ada rasa keju hingga aneka buah. Malah, kini juga sudah mulai dipadu padankan dengan komponen lain. Ambil contoh, waffle, roti, bahkan minuman seperti soda. Faktor inilah yang membuat banyak pihak kepincut berbisnis es krim dengan aneka varian. Tak jarang pula yang langsung menawarkan program kemitraan usaha. Nah, tepat satu tahun lalu, KONTAN pernah mengupas review kemitraan sejumlah gerai es krim. Kami mencoba mengulasnya kembali. Seperti apa perkembangannya? Berikut ulasan singkat dari tiga kemitraan es krim: - Ice Cream Hulala Berdiri sejak 2015, Ice Cream Hulala sedah memiliki lebih dari 500 gerai yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Jumlah tersebut meningkat cukup drastis, mengingat pada 2018 lalu ketika KONTAN mengulasnya, Ice Cream Hulala baru mempunyai 350 gerai saja. Cahyo Adhi Wibowo, pemilik Ice Cream Hulala, bilang, perkembangan itu tidak terlepas dari tipikal bisnis yang Ice Cream Hulala usung. Yakni, memproduksi mesin es krim sendiri di bawah naungan Adhiwa Foundation. "Dengan memproduksi sendiri mesin es krim, itu membuat kami bisa memenuhi permintaan es krim yang tinggi," katanya ke KONTAN, Kamis (17/1). Kendati mengalami pertumbuhan gerai yang signifikan, Cahyo tak menampik, kalau masih ada beberapa kendala yang menghambat perkembangan bisnis Ice Cream Hulala. Misalnya, yang kerap ia keluhkan adalah, tingkat karyawan yang keluar masuk (turn over) tinggi. Alhasil, ia harus mengajari lagi dari nol untuk pegawai baru. Hambatan lainya, menemukan lokasi usaha yang tepat. Maklum, gerai Ice Cream Hulala membutuhkan pasokan listrik yang memadai dan stabil sebagai sumber untuk pembuatan es krim. Untuk menyelesaikan hambatan itu, Cahyo sudah membuat solusi. Contohnya, untuk mengatasi persoalan pegawai yang sering keluar masuk, ia sudah membekali para karyawan dengan video tutorial dalam membuat es krim dan melayani pelanggan. "Ini untuk memudahkan mereka dalam bekerja," ujar dia. Terkait pasokan listrik yang memadai dan stabil, Cahyo juga sudah punya solusi. Yaitu, dengan menyediakan genset di setiap gerai Ice Cream Hulala Hulala. Tapi ada konsekuensinya yakni beban biaya menjadi lebih mahal. Meski begitu, nilai paket investasi Ice Cream Hulala tidak mengalami kenaikan dari tahun lalu. Cahyo masih menawarkan tiga paket kemitraan, masing-masing Rp 15 juta, Rp 25 juta, dan Rp 40 juta. Dengan berbagai pembenahan, Cahyo berharap bisa menambah gerai Ice Cream Hulala sebanyak tujuh hingga 10 outlet per bulan. Untuk itu, Cahyo tengah menyiapkan konsep gerai baru untuk bisa menarik minat banyak konsumen. Dengan konsep gerai anyar tersebut, konsumen kelak bisa langsung menikmati es krim di tempat. Artinya, bakal ada tempat duduk. Yang tidak kalah menarik adalah, konsumen pun nanti bisa merasakan sensasi membuat es krim sendiri di gerai tersebut. - Hippies Ice Cream Nasib berbeda terjadi pada Hippies Ice Cream milik Alex Steaven Andrew. Mulai menawarkan kemitraan sejak 2016, tapi tahun itu juga Alex menghentikan penawaran. Tapi akhirnya, tahun lalu Alex menutup usaha es krim yang ia rintis semenjak 2015 di Medan. "Tahun lalu saya harus ke Medan dan sekarang sudah di Jakarta lagi dan memutuskan untuk memberhentikan bisnis tersebut," katanya kepada KONTAN. Padahal, Alex menyebutkan, saat itu sudah ada dua mitra yang sudah bergabung dan membuka gerai di Ibukota Sumatra Utara. Namun, para mitra Hippies Ice Cream juga sudah tidak lagi melanjutkan roda usahanya. Yang membuat Alex menyetop kemitraan es krimnya karena ia banting setir ke bisnis perkebunan herbal. "Kemitraan saya berhentikan di tahun 2016," ungkapnya. Sebelum tutup, Hippies Ice Cream menawarkan paket kemitraan dengan harga Rp 10 juta. Dengan investasi tersebut, mitra mendapatkan pinjaman scooping cabinet, stok produk sebanyak enam liter, peralatan dan perlengkapan usaha, media promosi seperti banner dan flyer, kemasan (cup dan sendok), serta pelatihan karyawan. Alex menambahkan, saat menjalankan bisnis es krim, dirinya juga sering mendapatkan tugas dari kantornya untuk dinas ke luar kota. Ini membuat dia kesulitan untuk mengawasi dan menjalankan bisnis tersebut. Akhirnya, ia memutuskan untuk beralih bisnis dan menghentikan usaha Hippies Ice Cream. - Manda Ice Cream Nasib tak jauh beda melanda bisnis es krim besutan Mariono. Manda Ice Cream mulai menawarkan kemitraan sejak 2013. Sebelumnya, KONTAN mengulas bisnis ini pada Januari 2017. Saat itu, jumlah gerai yang beroperasi masih ada 15 outlet yang tersebar di sekitar Jabodetabek. Satu tahun kemudian, seluruh gerai Manda Ice Cream tutup. Mariono menjelaskan, dirinya kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku. "Karena sebagian besar bahan baku impor, sehingga harganya menjadi mahal dan sulit masuk," imbuh dia. Penutupan satu per satu gerai Manda Manda Ice Cream berlangsung mulai akhir 2017. Tapi, Mariono memastikan, dirinya bakal kembali membuka usaha es krim bila pasokan bahan baku dan nilai tukar rupiah kembali stabil. Sebab, ia enggan menggunakan bahan baku lokal karena kualitasnya kalah jauh dengan produk dari luar negeri. Sebelum memutuskan menutup seluruh gerai, Manda Ice Cream menawarkan dua paket kemitraan, dengan nilai investasi sebesar Rp 15,5 juta dan Rp 26,5 juta. Sedangkan harga jual produknya dibanderol mulai Rp 8.000 sampai Rp 16.000 per gelas. Selain itu, Mariono juga sempat menjual bubuk es krim. Dengan modal hanya Rp 1 juta, sudah bisa bergabung menjadi mitra dan masuk dalam grup pendamping. Mitra juga dibekali bahan baku es krim sebanyak 14 kilogram (kg). Untuk pembelian selanjutnya, mitra dikenakan biaya Rp 70.000 per kg. Menurut Mariono, kemitraan bubuk es krim tersebut terbilang sukses. Karena ia sanggup menggaet sekitar 1.000 mitra, yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Malah, permintaan bubuk es krim terbesar justru datang dari Papua. Ada sejumlah mitra yang berasal dari Papua. "Dalam sebulan, bisa memesan lebih dari 100 kilogram bubuk es krim," kenangnya. Sayang, kini usahanya gulung tikar. Mariono tidak menyebut secara pasti, kapan waktu yang tepat untuk memulai bisnis es krim lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News