JAKARTA. Menanggapi maraknya berita mengenai rekening gendut PNS yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPATK), maka Kementerian Kesehatan juga mulai mengantisipasi tindakan korupsi dengan memperbanyak cakupan yang wajib menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LKHPN). Hal tersebut sesuai dengan prioritas kegiatan di Kemkes pada tahun ini yang dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Menteri Kesehatan dalam paparannya menyebutkan, salah satu prioritas pembangunan kesehatan yaitu dengan melakukan penyelenggaraan birokrasi yang bersih, akurat, efektif, dan efisien. "Tahun ini, kami akan melakukan reformasi birokrasi untuk menghasilkan birokrasi yang bersih," ujar Endang.Rencana perluasan cakupan yang wajib lapor LHKPN ini ditegaskan oleh Inspektur Jenderal Kemkes Yudhi Prayudha. Yudhi menegaskan, saat ini Kemkes sudah mewajibkan LKHPN untuk promosi jabatan di tingkat eselon 1 dan 2. Selain itu, dilakukan pula kewajiban melaporkan LKHPN untuk pejabat bendahara, pejabat pembuat komitmen (PPK), dan pejabat tinggi lainnya. Laporan ini harus diberikan setiap dua tahun sekali. "Kami akan memperluas lagi cakupan LHKPN di Kemenkes," ujar Yudhi.Yudhi juga menegaskan, dalam promosi jabatan eselon satu atau dua, selain LKHPN juga harus dilengkapi dengan pelaporan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan SPT tahunan. Ke depannya, ia juga akan memperkuat pengawasan internal yang akan dilakukan di bawah inspektorat jenderal dan lembaga pengawasan internal yang ditunjuk. Dengan persiapan ini, ia optimistis perilaku korupsi di lingkungan Kemkes semakin menurun. "Jika ada laporan dari PPATK baru akan kami tindak lanjuti," ujar Yudhi.Sementara itu, Staf Khusus Menteri Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Bambang Sulistomo mengkritik peran Inspektorat Jenderal sebagai pengawas. Menurutnya peran badan tersebut seharusnya lebih proaktif meminta laporan ke PPATK. "Saat ini peran Irjen masih tidak mampu untuk melakukan tindakan pencegahan tindakan korupsi dan bahkan cenderung mendukung kesalahan yang terjadi," ujar Bambang.
Kemkes akan perluas pegawai yang wajib LKHPN
JAKARTA. Menanggapi maraknya berita mengenai rekening gendut PNS yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPATK), maka Kementerian Kesehatan juga mulai mengantisipasi tindakan korupsi dengan memperbanyak cakupan yang wajib menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LKHPN). Hal tersebut sesuai dengan prioritas kegiatan di Kemkes pada tahun ini yang dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Menteri Kesehatan dalam paparannya menyebutkan, salah satu prioritas pembangunan kesehatan yaitu dengan melakukan penyelenggaraan birokrasi yang bersih, akurat, efektif, dan efisien. "Tahun ini, kami akan melakukan reformasi birokrasi untuk menghasilkan birokrasi yang bersih," ujar Endang.Rencana perluasan cakupan yang wajib lapor LHKPN ini ditegaskan oleh Inspektur Jenderal Kemkes Yudhi Prayudha. Yudhi menegaskan, saat ini Kemkes sudah mewajibkan LKHPN untuk promosi jabatan di tingkat eselon 1 dan 2. Selain itu, dilakukan pula kewajiban melaporkan LKHPN untuk pejabat bendahara, pejabat pembuat komitmen (PPK), dan pejabat tinggi lainnya. Laporan ini harus diberikan setiap dua tahun sekali. "Kami akan memperluas lagi cakupan LHKPN di Kemenkes," ujar Yudhi.Yudhi juga menegaskan, dalam promosi jabatan eselon satu atau dua, selain LKHPN juga harus dilengkapi dengan pelaporan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan SPT tahunan. Ke depannya, ia juga akan memperkuat pengawasan internal yang akan dilakukan di bawah inspektorat jenderal dan lembaga pengawasan internal yang ditunjuk. Dengan persiapan ini, ia optimistis perilaku korupsi di lingkungan Kemkes semakin menurun. "Jika ada laporan dari PPATK baru akan kami tindak lanjuti," ujar Yudhi.Sementara itu, Staf Khusus Menteri Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Bambang Sulistomo mengkritik peran Inspektorat Jenderal sebagai pengawas. Menurutnya peran badan tersebut seharusnya lebih proaktif meminta laporan ke PPATK. "Saat ini peran Irjen masih tidak mampu untuk melakukan tindakan pencegahan tindakan korupsi dan bahkan cenderung mendukung kesalahan yang terjadi," ujar Bambang.