Kemkes bentuk tim untuk lengkapi permenkes tentang urun biaya BPJS Kesehatan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan awal tahun ini mulai membentuk tim pengkaji Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Bayar dalam Program Jaminan Kesehatan. Hal ini dilakukan untuk melengkapi dua aturan yang ada terkait dengan urun biaya yang ditetapkan kepada peserta Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Sundoyo menyebutkan, sepekan ke depan tim sudah terbentuk dan mulai mengkaji berbagai usulan terkait dengan urun biaya yang diberikan oleh BPJS Kesehatan, asosiasi Rumahsakit dan asosiasi profesi.

“Sekarang sedang proses pembentukan tim. Mudah-mudahan dalam satu minggu ke depan tim sudah terbentuk. Tim ini untuk mengkaji usulan terhadap jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan dan setelah diusulkan, dikaji dan di rekomendasikan ke menteri kesehatan,” kata Sundoyo kepada Kontan.co.id, Rabu (30/1).


Sundoyo mengatakan, dalam Permenkes 51/2018 seharusnya memiliki tiga unsur penting yang diatur yakni tata cara, besaran iuran dan penyalahgunaan pelayanan. Dari tiga unsur ini hanya dua unsur yang sudah terpenuhi yakni besaran iuran dan tata cara.

Untuk besaran iuran disebutkan bahwa peserta akan dikenakan urun biaya 10% jika melakukan penyalahgunaan pelayanan. Biaya ini akan diatur dalam kurun waktu tertentu dan dikenakan nominal tertentu.

Permenkes 51/2018 merupakan turunan dari Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 22 ayat 2 yang menjelaskan terkait penyalahgunaaan pelayanan kesehatan dimana pesertanya akan dikenakan urun biaya. Penyalahgunaan yang dimaksud adalah penggunaan layanan kesehatan dengan moral hazard.

“Di pasal 22 ayat 2 itu jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahfunaan pesertanya akan dikenakan urun biaya. Yang dimana pelayanan dilakukan dengan moral hazard dimana tekait dengan obat suplemen,” jelasnya.

Moral hazard meliputi tiga unsur yakni penggunaan obat-obatan atau suplemen, pelayanan yang tidak sesuai indikasi medis dan penunjang medis yang berlebihan. Oleh sebab itu dalam ayat 3 pasal 22 aturan ini diminta untuk diatur dalam perpres.

Setelah itu muncur perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dimana untuk urun biaya di masukkan dalam dua pasal yakni pasal 80 dan pasal 81. Dalam pasal 80, jenis pelayanan yang disalahgunakan akan dikenakan urun baiya 10% atau dalam kurun waktu tertentu akan dikenakan nominal tertentu.

“Di ayat berikutnya pasal 80 juga diminta ditetapkan dengan keputusan menteri. Permen 51 itu baru mengatur dua, tata cara dan besaran. Sedangkan jenis pelayanan belum diatur dan itu akan diatur dalam keputusan menteri, setelah itu barulah berlaku,” tegasnya.

Ia juga enggan memastikan bahwa aturan ini dapat diberlakukan tahun ini. Pasalnya, sejauh ini belum ada usulan yang diterima, bahkan proses pembentukan tim pun masih menunggu waktu beberapa hari ke depan.

“Kan usulan sampai sekarang belum masuk. Jadi langkahnya ada dua, pertama pembentukan tim dan yang kedua usulan jenis pelayanan dan sampai sekarang belum masuk,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi