KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Semakin banyak negara yang telah mengumumkan pengetatan kedatangan turis dari China. Kebijakan ini dikeluarkan seiring munculnya varian BF.7 di balik lonjakan kasus Covid-19 di China dalam beberapa waktu terakhir. Adapun pengetatan yang dilakukan banyak negara sebagian besar berupa kewajiban tes negatif Covid-19 bagi pelancong atau turis dari China. Kendati demikian, hingga saat ini Indonesia belum menerapkan kebijakan pengetatan tersebut.
Lantas, apakah pemerintah Indonesia akan menerapkan kebijakan serupa?
Penjelasan Kemenkas dan Satgas Covid-19
Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini belum ada pembatasan terkait pelancong dari China. Pihaknya saat ini masih terus memantau perkembangan kasus Covid-19 Negeri Tirai Bambu tersebut. "Kita masih monitor perkembangannya. Belum ada pembatasan dan terus kita lakukan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) untuk memonitor pola jenis subvarian," kata Nadia kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2023).
Baca Juga: Selandia Baru Tidak Mewajibkan Pelancong Asal China Menunjukkan Negatif Tes COVID-19 Sementara itu, Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito menuturkan, pemerintah saat ini baru mencabut peraturan tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Untuk peraturan lainnya, ia menyebut masih tetap sama dan berlaku di Indonesia. "Peraturan lainnya masih tetap sama. Mari kita laksanakan kebijakan ini dengan baik dan masyarakat tetap hati-hati dan waspada terhadap penularan Covid-19," ujar Wiku saat dihubungi secara terpisah, Rabu.
Tak boleh mengarah pada satu negara
Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, pengetatan di pintu masuk tak boleh hanya mengarah pada satu atau dua negara. Menurutnya, kebijakan yang diterapkan sebaiknya berupa prosedur atau mekanisme yang menjamin para turis tidak membawa patogen masuk ke Indonesia. "Jadi sistemnya yang harus dibangun. Kalau misalnya orang yang datang itu tidak memiliki vaksinasi booster, dia harus PCR," kata Dicky kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2023).
"Jangan diartikan sistem pengetatan ini hanya diberlakukan sesaat, tapi harus terus menerus," sambungnya.
Baca Juga: 3 Alasan Mengapa Gelombang Covid-19 Terbaru China Memicu Kepanikan Global Dengan ada mekanisme tersebut, kebijakan yang dibuat tidak akan menyinggung negara tertentu. Pasalnya, pengetatan yang hanya ditujukan untuk satu negara justru akan menimbulkan xenophobia. "Jadi ini yang harus dipahami, penerapan prosedur sesuai standar resmi yang diberlakukan pada konteks masa pandemi dan itu tidak spesifik pada satu negara," jelas dia.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie