Kemkeu dan Kemperin tarik ulur PPnBM smartphone



JAKARTA. Pemerintah tak satu suara dalam pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Merah (PPnBM) produk telepon pintar atau smartphone. Kebijakan yang diusung oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu) dan bertujuan menekan impor ponsel itu ditentang oleh Kementerian Perindustrian (Kemperin).

Akibat tarik ulur di antara kedua kementerian ini menyebabkan hingga kini peraturan pemerintah tentang PPnBM smartphone masih mengantung. Kemperin beralasan, aturan itu tidak layak diterapkan karena sudah banyak ponsel pintar diproduksi produsen lokal dan harganya di bawah Rp 1 juta per unit.

Jika PPnBM diterapkan, smarphone produksi dalam negeri juga kena. "Jangan hanya lihat jangka pendek," kata Arryanto, Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kemperin, kepada KONTAN, Minggu (8/9).


Menurut Arryanto, seharusnya pengenaan PPnBM produk smartphone hanya dikenakan bagi ponsel mewah bertatahkan emas atau berlian. Dia mencontohkan  Blackberry Porche dan  Vertu yang harganya di atas Rp 15 juta per unit. "Jadi jangan pukul rata semua," ujarnya.

Namun Kemkeu juga punya alasan kuat mengapa ngotot mengenakan PPnBM pada ponsel pintar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan impor telepon seluler menempati rangking kelima total impor Indonesia. "Sebagian besar berjenis ponsel pintar," kata Sasmito Hadi Wibowo, Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS. Menurutnya, jenis ponsel yang banyak diminati di dalam negeri berasal dari impor. Alhasil, pemerintah kesulitan menahan masuknya barang-barang tadi.

Beda pandangan

Bambang PS Brodjonegoro,  Pelaksana Tugas (Plt) Kepala  Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu, mengakui, nilai impor ponsel adalah yang terbesar untuk golongan non migas. Sepanjang semester I-2013, nilai impor ponsel mencapai US$ 1,2 miliar. "Empat besar semua dari oil and gas related, smartphone ada di nomor lima," katanya. Pada Januari-Juni 2012 impor ponsel mencapai US$ 1,3 miliar.

Melihat angka yang fantastis itulah, Kemkeu ngotot ingin menekan impor smartphone lewat penerapan PPnBM. Sebab dengan jumlah impor yang tinggi, produk ini ikut bertanggung jawab pada makin lebarnya  defisit perdagangan. "Kami akan lihat dari aspek teknologi. Seperti mobil mewah namun tapi tarifnya berbeda tidak akan setinggi itu," kata Bambang.

Menurut Bambang penolakan pengenaan PPnBM muncul karena banyak pihak yang menganggap ponsel pintar sebagai produk barang modal yang mampu meningkatkan produktivitas. Namun Kemkeu memandang ponsel ini masuk barang konsumtif.

Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan, Ronny Bako mengatakan, penerapan PPnBM bagi smartphone tidak hanya menekan impor namun berpotensi mendongkrak pendapatan negara. Apalagi dengan jumlah penggunaan smartphone di Indonesia yang tinggi.         

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa