JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) menargetkan untuk bisa merumuskan dan menyampaikan draf final revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun ini. Pemerintah mengejar penyelesaian RUU PPH karena tidak mau ketinggalan dengan negara-negara lain yang ramai-ramai menurunkan tarif pajak. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Goro Ekanto mengatakan, saat ini Kemkeu masih membahas poin-poin revisi UU PPh bersama Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. "Masih proses diskusi antara BKF dengan Ditjen Pajak," katanya kepada KONTAN, Senin (22/5). Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengakui saat ini banyak negara memang ramai-ramai memangkas tarif PPh badan sebagai insentif fikal yang diberikan pemerintah kepada investor. Namun seiring penurunan tarif PPh Badan, negara-negara itu memerlukan kenaikan penerimaan dari sumber lainnya. "Kebanyakan di negara-negara seperti ASEAN, Eropa cenderung tarif PPh turun, tapi pajak konsumsinya naik," kata John.
Tarif PPh badan di Indonesia sebesar 25%, lebih tinggi dibanding Singapura 17% dan Thailand 23%. Adapun tarif pajak Malaysia saat ini sebesar 24%. Kemkeu mengaku akan memasukkan rencana penurunan tarif PPh badan dalam revisi UU PPh. Apalagi Pemerintah Malaysia saat ini juga tengah mengkaji penurunan tarif PPh badan ke 15%. Bahkan, Malaysia menyewa Dan Mitchell, pakar kebijakan fiskal Amerika Serikat (AS) guna penelitian penurunan tarif PPh. Hasilnya, jika Malaysia menurunkan tarif pajak menjadi 15%, maka akan menjadi strategi yang sangat cerdik untuk meningkatkan daya saing regional.