Kemkeu kaji wacana pembebasan PBB sektor migas



JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) terus mengkaji perbaikan tata cara pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) eksplorasi migas. Berbagai wacana dan usulan muncul sebagai upaya untuk mendorong kegiatan eksplorasi migas. Bahkan, ada wacana mengenai pembebasan pungutan PBB selama masa eksplorasi. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rachmany menuturkan, Kemkeu masih mengkaji semua alternatif aturan pajak yang bisa mendorong kegiatan eksplorasi. "Masih wacana, kemungkinan di waktu eksplorasi tidak ada (pungutan) PBB," jelasnya, Senin (25/2). Menurut Fuad, jika PBB hanya dikenakan untuk wilayah eksplorasi saja, ada kesulitan untuk menentukan batas wilayah kerja eksplorasi tersebut. Makanya, pemerintah mempertimbangkan untuk mengenakan PBB setelah ada kegiatan eksploitasi. Catatan saja, dalam aturan yang berlaku saat ini, PBB dikenakan pada seluruh wilayah kerja yang dimanfaatkan kontraktor kerjasama (KKKS) baik wilayah kerja yang produktif maupun yang belum produktif. Sehingga, PBB dikenakan baik dalam masa eksplorasi maupun masa eksploitasi dan untuk seluruh wilayah kerja.  Namun, Fuad menekankan saat ini Kemenkeu belum mengambil keputusan terkait perbaikan tata cara pengenaan PBB untuk eksplorasi migas. Menurutnya, Kemenkeu masih mengkaji secara mendalam semua kemungkinan yang ada.

Sebelumnya pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2012 tentang Penatausahaan dan Pemindahbukuan PBB Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi.

Aturan ini menyebutkan, objek pajak PBB Migas berupa bumi maupun bangunan di dalam wilayah kerja (WK) yang dimiliki, dikuasai, dan dimanfaatkan KKKS. Dengan begitu, objek pajak PBB hanya akan dikenakan kepada KKKS sebagai wajib pajak berdasarkan luas tanah dan bangunan yang menjadi kewenangan perusahaan dan tidak lagi dihitung berdasarkan luas WK yang telah diberikan pemerintah kepada KKKS


Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, PBB yang berlaku sekarang sangat ringan, rata-ratanya sekitar Rp 28 per meter persegi. Pemberian insentif ini untuk meringankan beban pengusaha sehingga dapat mendorong kegiatan eksplorasi.

 "Tarif ini sudah berlaku dan tujuannya untuk meningkatkan penemuan cadangan migas untuk masa depan," ungkap Jero.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri