KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah pastikan tidak ada pengurangan penerimaan dari pemberian insentif pajak (tax holiday). Pasalnya tambahan pajak bisa diperoleh setelah investasi mulai berjalan. “Karena industri ini belum pernah ada. Dengan dia ada, kita 'relakan' PPh Badannya, tapi mereka harus membayar PPh karyawan, PPh atas gaji, dia bayar PPn, dia bayar yang lain lagi. Jadi kita mendapatkannya dari dengan memberikan insentif di pajak penghasilan badan,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, Kamis ( 29/3). Ketentuan atas insentif pajak ini bakal tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai revisi tax holiday yang terbit pekan depan, bersamaan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai revisi tax allowance.
Pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, kebijakan ini akan memacu investasi swasta juga menciptakan daya dukung pertumbuhan ekonomi nasional. “Pada prinsipnya jenis kebijakan tersebut merupakan dukungan fiskal bagi meningkatnya investasi. Hanya saja dalam konteks insentif, pengeluaran itu tercermin dalam suatu potensi penerimaan yang tidak dipungut (revenue forgone),” ujarnya kepada Kontan.co.id. Bawono menambahkan, ada dua mekanisme kebijakan fiskal untuk mendorong aktivitas investasi. Dari sisi belanja, hal ini bisa dilakukan misalkan melalui belanja infrastruktur ataupun daya dukung administrasi. Di sisi lain, pemerintah juga bisa melakukan subsidi melalui sistem pajak (tax expenditure) misal melalui tax holiday ataupun tax allowance. “Akan tetapi, evaluasi atas kebijakan insentif tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja namun harus melihat pula potensi penerimaan pajak lanjutan yang bisa diperoleh dari dampak pengganda dari suatu investasi,” jelasnya. Sebelumnya, pemerintah menerbitkan insentif tax holiday yang selama ini telah tertuang dalam tiga Peraturan Menteri Keuangan yaitu PMK Nomor 130/PMK.011/2011, PMK Nomor 192/PMK.011/2014 dan PMK Nomor 159/PMK.010/2015.