Kemkeu targetkan skema pembiayaan dan asuransi risiko bencana rampung tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aspek ketahanan bencana semakin menjadi fokus dan perhatian pemerintah dalam menyusun rancangan kerja. Dalam Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) 2020, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mencantumkan kerentanan bencana dan perubahan iklim sebagai salah satu program pengarusutamaan, serta penguatan infrastruktur dan ketahanan bencana sebagai salah satu program prioritas.

"Tahun lalu kita mendapat pelajaran berharga dalam menghadapi kenyataan Indonesia sebagai negara rawan bencana. Unsur kebencanaan harus masuk dalam aspek perencanaan kita di setiap kementerian dan lembaga yang berkaitan maupun tidak berkaitan," ujar Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro beberapa waktu lalu.

Merespon prioritas terhadap ketahanan bencana tersebut, Kementerian Keuangan pun (Kemkeu) tengah mengkaji dan mempersiapkan strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana (PARB).


Pasalnya, kesenjangan pembiayaan (financing gap) bencana di Indonesia masih tinggi akibat masih belum memadainya kemampuan pemerintah dalam menanggung (retain) pembiayaan bencana dari sumber APBN/APBD.

Serta masih rendahnya pembiayaan untuk transfer risiko baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

Dalam kajian Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana yang disusun oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu, tercatat bahwa di antara tahun 2000-2016, rata-rata kerugian ekonomi langsung berupa rusaknya bangunan dan bukan bangunan akibat bencana alam yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya mencapai sekitar Rp. 22,8 triliun.

Sementara, setiap tahunnya pemerintah rata-rata hanya mampu menyediakan dana cadangan bencana sebesar Rp 3,1 triliun.

Oleh karena itu, BKF menyusun strategi PARB yang terdiri dari lima strategi utama, yaitu mengkombinasikan instrumen pembiayaan untuk mendapatkan skema pembiayaan yang efisien dan efektif, menanggung atau menyerap risiko melalui pembiayaan APBN atau APBD untuk bencana yang sering terjadi.

Atau berdampak kerugian kecil, menggunakan instrumen pembiayaan kontijensi sebagai komplementer APBN dalam menanggung risiko bencana dengan dampak kerugian sedang sampai dengan tinggi, membangun skema pooling fund untuk memperkuat peran APBN, serta memindahkan (transfer) risiko melalui asuransi untuk pembiayaan bencana yang jarang terjadi namun memberikan dampak kerugian besar.

Model asuransi bencana yang tengah disusun Kemkeu tersebut bahkan telah diperkenalkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pertemuan negara-negara anggota program Southeast Asia Disaster Risk Insurance Facility (SEADRIF) dalam Asian Development Bank Annual Meeting yang ke-52 di Nadi, Fiji, awal Mei lalu.

"Indonesia tahun ini memperkenalkan public asset insurance, membentuk pooling fund dan melibatkan pemerintah daerah. Indonesia dalam hal ini mengutilisasi dari strategi pembiayaan khususnya membentuk catasthropic bond,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemkeu Nufransa Wira Sakti.

Terkait pembentukan pooling fund, BKF dalam kajiannya menyebut dapat dilakukan dengan dua opsi kelembagaan, yaitu pertama dengan pembentukan institusi baru, misalnya lembaga dengan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU).

Atau kedua, dengan menugaskan suatu institusi pemerintah atau badan usaha milik negara (BUMN) yang sudah ada untuk menjalankan peran sebagai pengelola dana.

"Pemilihan salah satu dari dua opsi tersebut memerlukan kajian yang dalam, khususnya mengenai peran pengelola dana, biaya dan manfaat atas opsi yang dipilih, ada tidaknya institusi yang memiliki kemiripan peran, model bisnis, output, dan outcome pengelola dana bencana," terang BKF dalam kajian PARB tersebut.

Adapun, Nufransa mengatakan, skema pembentukan pooling fund bencana ditargetkan selesai pada tahun ini sesuai dengan rencana. Hal ini sesuai dengan rencana jangka pendek Strategi PARB di mana pemerintah diharapkan dapat membentuk pooling fund di tahun 2019.

Bersamaan juga dengan penguatan dan pengembangan instrumen asuransi perlindungan masyarakat, eksplorasi kerja sama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda), eksplorasi skema pembiayaan alternatif, serta edukasi dan penguatan kapasitas SDM terkait Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli