Kemperin minta bea keluar biji kakao flat 15%



KONTAN.CO.ID - Kementerian Perindustrian (Kemperin) mengusulkan tarif bea keluar untuk biji kakao menjadi flat 15% guna memberikan jaminan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan kakao nasional. Saat ini pajak ekspor yang diterapkan terhadap komoditi tersebut bersifat progresif sekitar 0%-15% tergantung harga biji kakao dunia.

“Kami juga berharap, dengan tarif flat dapat menjaga keseimbangan antara pajak yang dikenakan atas transaksi lokal maupun ekspor. Usulan ini akan kami bahas dengan Kementerian Keuangan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada pembukaan pameran dalam rangka memperingati Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke-6 di Jakarta, Selasa (5/9).

Menperin meyakini, upaya tersebut mampu memacu produktivitas industri pengolahan kakao nasional. Hal ini sejalan dengan program pemerintah mendorong hilirisasi industri berbasis agro supaya semakin meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Produk yang dihasilkan dari industri pengolahan kakao, antara lain cocoa cake, cocoa butter, cocoa liquor dan cocoa powder yang merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat,” sebutnya.


Kemperin mencatat, pada tahun 2016, nilai ekspor produk cocoa cake sebesar US$155,2 juta, cocoa butter US$ 697,9 juta, dan cocoa liquor US$ 89,6 juta. “Sementara itu, nilai ekspor cocoa powder mengalami kenaikan 31,8% dari tahun 2015 sebesar US$ 124,3 juta menjadi US$ 163,9 juta pada 2016,” ungkap Airlangga.

Menurutnya, Indonesia berpotensi besar memiliki industri pengolahan kakao yang berdaya saing global, mengingat sebagai produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Saat ini, telah berdiri sebanyak 20 perusahaan pengolahan kakao di dalam negeri dengan kapasitas produksi mencapai 800.000 ton per tahun.

Untuk mendukung tujuan tersebut, pihaknya telah memfasilitasi pembentukan unit-unit pengolahan industri kakao yang dapat menumbuhkan wirausaha baru skala kecil dan menengah. Selain itu, pelaksanaan program bantuan mesin dan peralatan pengolahan kakao.

“Bahkan, kami juga telah membangun Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu di Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada dan Pemerintah Kabupaten Batang,” paparnya.

Pusat Kompetensi itu diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan di sektor kakao sebagai tempat uji kompetensi sumber daya manusia di bidang produksi kakao, wahana pembelajaran yang berbasis riset dan inovasi, serta mendorong petani kakao untuk dapat meningkatkaan kualitas dan produktivitasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini