Kemperin: Tak Elok benturkan isu lingkungan dengan ekonomi



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perkembangan industri domestik saat ini kerap diwarnai persoalan lingkungan. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi industri domestik untuk bisa mengambil manfaat ekonomi tanpa merusak lingkungan.

Edy Sutopo, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin menjelaskan bahwa selalu terjadi dua isu yang selalu dibenturkan. Isu terkait lingkungan dengan perkembangan ekonomi, serta isu perlindungan konsumen dengan perkembangan industri.

"Seharusnya tidak dibenturkan tetapi bagaimana menyikapi itu. Jadi meletakkan kepentingan ekonomi dan ekologi dalam posisi yang tepat sehingga bisa mengambil manfaat ekonomi tanpa korbankan lingkungan," ujarnya di Jakarta, Rabu (24/7).


Salah satu isu yang marak adalah importasi kertas bekas yang dijadikan bahan baku industri kertas. Setiap tahun industri kertas domestik membutuhkan bahan baku kertas bekas 6,2 juta ton dengan 50% berasal dari impor. Persoalannya, impor kertas bekas ini ternyata bercampur dengan sampah.

"Dengan isu ini, beberapa kertas bahan bakunya ada yang hanya tinggal 7 hari, 8 hari dan 20 hari saja. Kalau lihat aturan yang ada, dalam recycle kertas atau plastik itu memang tidak boleh mengandung B3," lanjutnya.

Bila dalam kasus importasi, bila ditemukan ada satu kontainer yang mengangkut B3 dari 300 kontainer maka impor tersebut harus dikembalikan. Namun hal tersebut tentu akan berdampak pada kelangsungan industri, jadi dalam kasus tertentu perlu dicarikan jalan tengah.

"Kita harus pandai memilah, bagaimana menyikapi ini dalam situasi kritis atau normal. Sering kita berdebat sampai lupa industri ini sangat penting bagi perekonomian nasional," lanjutnya.

Tak elok menurutnya membenturkan isu ekonomi dengan persoalan lingkungan. Sebab, bila isu ini diterus dibenturkan dan industri domestik tak berkembang maka Indonesia akan mengimpor barang jadi, padahal industri kertas berkontribusi hampir 6% dari ekspor nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini