KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian memproyeksi nilai investasi yang akan masuk di industri kimia, farmasi dan tekstil (IKFT) sebesar Rp 130 triliun pada tahun 2019. Dari penanaman modal tersebut, diyakini dapat memperdalam struktur sektor manufaktur di Indonesia sekaligus mensubstitusi produk impor. Target tersebut naik ketimbang target periode 2018. Pada tahun 2018, Kemperin menargetkan nilai investasi di sektor Industri Kimia, Tektsil, dan Aneka (IKTA) akan mencapai Rp 117 triliun. Sayangnya realisasi investasi IKTA di 2018 belum diinformasikan.
“Di tahun politik ini, sejumlah investor jangka panjang masih tetap jalan. Kami berharap investasi itu turut mendongkrak pertumbuhan industri nasional,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemperin Achmad Sigit Dwiwahjono di dalam keterangan pers, Jumat (4/1). Menurut Sigit, dari sektor IKFT, investasi di industri kimia diperkirakan paling besar nilainya karena tergolong padat modal dan membutuhkan teknologi tinggi. Selain itu, industri kimia dinilai berperan strategis sebagai sektor hulu lantaran produksinya dibutuhkan sebagai bahan baku oleh industri lain. “Sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk ekspansi di industri hulu kimia. Misalnya dari Korea Selatan, yang hingga saat ini masih dalam tahap pembicaraan,” ungkapnya. Beberapa waktu lalu, telah terealisasi pembangunan industri petrokimia untuk memproduksi
naphtha cracker di Cilegon, Banten. Investasi tersebut merupakan komitmen PT Lotte Chemical Indonesia yang menggelontorkan dananya sebesar US$ 3,5 miliar untuk menghasilkan naphtha cracker sebanyak 2 juta ton per tahun. Selain itu, PT Chandra Asri Petrochemical menyuntik dana hingga US$ 5,4 miliar, yang di antaranya guna memproduksi
naphtha cracker mencapai 2,5 juta ton per tahun. “Kami bertekad mendorong percepatan pembangunan kompleks petrokimia tersebut, sehingga akan mendukung pengurangan impor produk petrokimia minimal 50 persen. Kami juga berharap agar proyek ini lebih mengutamakan penggunaan komponen lokal dan melibatkan tenaga kerja dari dalam negeri,” paparnya. Dalam upaya memasok tenaga kerja yang kompeten, Kemperin bakal memfasilitasi pembanguan Politeknik Industri Petrokimia di Cilegon pada tahun 2019. Melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi ini, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan operator atau tenaga kerja lainnya untuk industri petrokimia. “Pemerintah juga tengah berupaya memfasilitasi untuk pemberian
tax holiday,” imbuhnya. Di samping itu, Sigit optimistis, pertumbuhan industri farmasi di Indonesia mampu menembus level 7%-10% pada tahun 2019. Selain dipacu peningkatan investasi, kinerja positif industri farmasi terkatrol dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “Program itu masih menjadi magnet bagi investor untuk menanamkan modalnya, karena meningkatkan
demand,” terangnya.
Kemudian, Sigit menyebutkan, sudah ada investor Korea Selatan yang menyatakan minatnya untuk membangun industri tekstil di Indonesia. “Ketertarikan investor asing di sektor tesktil masih cukup tinggi,” ujarnya. Selain investor dari Negeri Ginseng, investor Tiongkok juga siap menanam modalnya sebesar Rp 10 triliun untuk masuk ke industri tekstil yang tergolong sektor padat karya. “Kami berharap, target investasi tersebut dapat tercapai di tahun ini, sehingga industri-industri unggulan nasional yang masuk dalam prioritas Making Indonesia 4.0 itu bisa lebih terintegrasi dan berdaya saing global. Investasi ini juga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat secara inklusif,” tegasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto