JAKARTA. Direktur Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian RI, Hasanuddin Ibrahim mengatakan, produksi apel Indonesia masih belum memenuhi potensi pasar. Ia bilang, rata-rata tiap tahun Indonesia memproduksi 2.500 ton apel tropis. Produksi sebesar itu sangat jauh ketimbang angka impor apel yang mencapai 87.000 - 90.000 ton per tahun. Sehingga, sulit bagi apel tropis untuk memenuhi besarnya (serapan) potensial pasar.Sehingga, Hasanuddin menganjurkan agar produksi apel di Indonesia diarahkan ke tujuan spesifik misalnya agrowisata. "Yang paling logis untuk para petani apel Indonesia adalah membuat agrowisata apel. Bukan produsen apel. Itu seperti minta Eropa bersaing beras dengan Indonesia," ujarnya di Departemen Pertanian, hari ini (4/3).Dengan sistem agrowisata, kata Hasanuddin, apresisasi terhadap apel tropis dapat ditingkatkan. "Lahan yang ada biar saja (tidak dikonversi), kita mempertahankan sejarah apel tropis yang dibawa penjajah lalu ditanam di Indonesia dulu," ujarnya. Yang jelas, imbuh dia, pemasaran atau marketing terhadap agrowisata apel harus ditingkatkan. Misalnya saja, dengan mengkombinasikan wisata religi, wisata alam, wisata kota atau sejarah. Hasanuddin bilang, keterbatasan lahan juga tidak memungkinkan penambahan luas lahan tanam apel. "Kentang juga butuh lahan sebanyak itu (dengan ketinggian serupa). Mestinya apel tropis punya harga lebih baik. Harga harus lebih baik dulu, baru hulunya (diperbaiki)," jelasnya. Selama ini, kata Hasanuddin, petani apel mengeluhkan soal pemasaran. Karena itu ia juga menyarankan agar distribusi apel impor yang masuk melalui Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, diarahkan ke barat (Jabodetabek). "Jangan ke Surabaya," kata dia. Selain itu, dalam beberapa kali pertemuan dengan Departemen Perdagangan, Hasanuddin mengaku telah menyarankan dinas perdagangan menganggarkan subsidi transportasi untuk petani apel lokal.Menurut keterangan Hasanuddin, total luas lahan tanaman apel saat ini sekitar 4.200 hektare (ha). Tersebar di Kabupaten Batu, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kemtan: Indonesia bukan produsen apel
JAKARTA. Direktur Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian RI, Hasanuddin Ibrahim mengatakan, produksi apel Indonesia masih belum memenuhi potensi pasar. Ia bilang, rata-rata tiap tahun Indonesia memproduksi 2.500 ton apel tropis. Produksi sebesar itu sangat jauh ketimbang angka impor apel yang mencapai 87.000 - 90.000 ton per tahun. Sehingga, sulit bagi apel tropis untuk memenuhi besarnya (serapan) potensial pasar.Sehingga, Hasanuddin menganjurkan agar produksi apel di Indonesia diarahkan ke tujuan spesifik misalnya agrowisata. "Yang paling logis untuk para petani apel Indonesia adalah membuat agrowisata apel. Bukan produsen apel. Itu seperti minta Eropa bersaing beras dengan Indonesia," ujarnya di Departemen Pertanian, hari ini (4/3).Dengan sistem agrowisata, kata Hasanuddin, apresisasi terhadap apel tropis dapat ditingkatkan. "Lahan yang ada biar saja (tidak dikonversi), kita mempertahankan sejarah apel tropis yang dibawa penjajah lalu ditanam di Indonesia dulu," ujarnya. Yang jelas, imbuh dia, pemasaran atau marketing terhadap agrowisata apel harus ditingkatkan. Misalnya saja, dengan mengkombinasikan wisata religi, wisata alam, wisata kota atau sejarah. Hasanuddin bilang, keterbatasan lahan juga tidak memungkinkan penambahan luas lahan tanam apel. "Kentang juga butuh lahan sebanyak itu (dengan ketinggian serupa). Mestinya apel tropis punya harga lebih baik. Harga harus lebih baik dulu, baru hulunya (diperbaiki)," jelasnya. Selama ini, kata Hasanuddin, petani apel mengeluhkan soal pemasaran. Karena itu ia juga menyarankan agar distribusi apel impor yang masuk melalui Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, diarahkan ke barat (Jabodetabek). "Jangan ke Surabaya," kata dia. Selain itu, dalam beberapa kali pertemuan dengan Departemen Perdagangan, Hasanuddin mengaku telah menyarankan dinas perdagangan menganggarkan subsidi transportasi untuk petani apel lokal.Menurut keterangan Hasanuddin, total luas lahan tanaman apel saat ini sekitar 4.200 hektare (ha). Tersebar di Kabupaten Batu, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News