JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) mulai gencar mempromosikan produk kelapa sawit kepada negara-negara yang menjadi konsumen minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Kemtan mempromosikan produk CPO ini dalam rangka melawan kampanye hitam yang kerap dilabelkan pada produk-produk sawit Indonesia. Promosi tersebut menyasar negara-negara utama pembeli produsen CPO Indonesia, seperti China, India, Italia, Amerika Serikat, Kanada dan Australia serta sejumlah negara lain. Promosi ini dilakukan sebagai strategi promosi diplomasi perdagangan CPO. Sebab para diplomat dari negara-negara tersebut langsung di bawa ke perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk melihat secara langsung pengelolaan perkebunan sawit. Jamil Musanif, Direktur Pelaksana Tugas Pemasaran Internasional Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kemtan mengatakan strategi promosi produk sawit melalui diplomasi ini dilakukan agar pemerintah negara tujuan bisa menjamin dan meyakinkan konsumen mereka bahwa produk CPO dari Indonesia berasal dari perkebunan berkelanjutan dan ramah lingkungan. "Kita ingin memperkenalkan kalau penanaman pohon sawit itu tidak dengan pembakaran lahan seperti yang dijadikan kampanye negatif pihak-pihak tertentu selama ini," ujar Jamil, Kamis (10/12) Diplomasi perdagangan ini, lanjut Jamil baru tahun 2015 ini diintensifkan dalam rangka melawan opini negatif yang selama ini disematkan pada produk sawit di Indonesia. Dengan diundangkan para diplomat dari negara-negara konsumen CPO, maka mereka bisa melihat sendiri kondisi di lapangan dan meyakinkan negaranya akan konsisten Indonesia pada produk yang ramah lingkungan. Ia mengatakan yang mau disasar dari diplomasi perdagangan ini bukan hanya meningkatkan volume produk CPO, tapi juga meningkatnya nilai CPO di pasar internasional. Ia bilang, selain itu, pemakaian dan pengolahan CPO dalam negeri juga bisa bertumbuh. Bila pada tahun 2015 ini konsumsi CPO untuk minyak makan, produk sabun dan kecantikan sebesar 7 juta ton, dan untuk kebutuhan biofuel sebesar 5 juta ton, maka tahun 2016 ditargetkan permintaan biofuel dalam negeri bisa meningkat menjadi 7 juta ton. Jadi total pemakaian dalam negeri bisa mencapai 14 juta ton dari target produksi 35 juta ton 2016. Jamil mengatakan promosi produk sawit ini merupakan inisiatif Kemtan sendiri dan ia menilai hal ini sejalan dengan program Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) yang sudah diterapkan sejak beberapa tahun lalu. Pengamat Pertanian dan Perkebunan Dari IPSB Supiandi Sabiham mengatakan diplomasi perdagangan yang dilakukan Kemtan harus dilakukan terus-menerus. Sebab kampanye negatif atau sawit telah dilakukan secara masif dan berkelanjutan. "Selain itu, Kemtan juga harus gandeng Kementerian Perdagangan (Kemdag), untuk membantu promosi," ujar Supiandi. Ketua Bidang Otonomi Daerah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumarta mengatakan promosi perdagangan lewat jalur diplomasi efektif menekan kampanye negatif. Pasalnya perwakilan negara-negara yang diundang akan menjadikan diplomasi perdagangan ini sebagai bahan dan pertimbangan mengambil kebijakan.
Kemtan intensifkan promosi CPO lewat diplomasi
JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) mulai gencar mempromosikan produk kelapa sawit kepada negara-negara yang menjadi konsumen minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Kemtan mempromosikan produk CPO ini dalam rangka melawan kampanye hitam yang kerap dilabelkan pada produk-produk sawit Indonesia. Promosi tersebut menyasar negara-negara utama pembeli produsen CPO Indonesia, seperti China, India, Italia, Amerika Serikat, Kanada dan Australia serta sejumlah negara lain. Promosi ini dilakukan sebagai strategi promosi diplomasi perdagangan CPO. Sebab para diplomat dari negara-negara tersebut langsung di bawa ke perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk melihat secara langsung pengelolaan perkebunan sawit. Jamil Musanif, Direktur Pelaksana Tugas Pemasaran Internasional Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kemtan mengatakan strategi promosi produk sawit melalui diplomasi ini dilakukan agar pemerintah negara tujuan bisa menjamin dan meyakinkan konsumen mereka bahwa produk CPO dari Indonesia berasal dari perkebunan berkelanjutan dan ramah lingkungan. "Kita ingin memperkenalkan kalau penanaman pohon sawit itu tidak dengan pembakaran lahan seperti yang dijadikan kampanye negatif pihak-pihak tertentu selama ini," ujar Jamil, Kamis (10/12) Diplomasi perdagangan ini, lanjut Jamil baru tahun 2015 ini diintensifkan dalam rangka melawan opini negatif yang selama ini disematkan pada produk sawit di Indonesia. Dengan diundangkan para diplomat dari negara-negara konsumen CPO, maka mereka bisa melihat sendiri kondisi di lapangan dan meyakinkan negaranya akan konsisten Indonesia pada produk yang ramah lingkungan. Ia mengatakan yang mau disasar dari diplomasi perdagangan ini bukan hanya meningkatkan volume produk CPO, tapi juga meningkatnya nilai CPO di pasar internasional. Ia bilang, selain itu, pemakaian dan pengolahan CPO dalam negeri juga bisa bertumbuh. Bila pada tahun 2015 ini konsumsi CPO untuk minyak makan, produk sabun dan kecantikan sebesar 7 juta ton, dan untuk kebutuhan biofuel sebesar 5 juta ton, maka tahun 2016 ditargetkan permintaan biofuel dalam negeri bisa meningkat menjadi 7 juta ton. Jadi total pemakaian dalam negeri bisa mencapai 14 juta ton dari target produksi 35 juta ton 2016. Jamil mengatakan promosi produk sawit ini merupakan inisiatif Kemtan sendiri dan ia menilai hal ini sejalan dengan program Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) yang sudah diterapkan sejak beberapa tahun lalu. Pengamat Pertanian dan Perkebunan Dari IPSB Supiandi Sabiham mengatakan diplomasi perdagangan yang dilakukan Kemtan harus dilakukan terus-menerus. Sebab kampanye negatif atau sawit telah dilakukan secara masif dan berkelanjutan. "Selain itu, Kemtan juga harus gandeng Kementerian Perdagangan (Kemdag), untuk membantu promosi," ujar Supiandi. Ketua Bidang Otonomi Daerah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumarta mengatakan promosi perdagangan lewat jalur diplomasi efektif menekan kampanye negatif. Pasalnya perwakilan negara-negara yang diundang akan menjadikan diplomasi perdagangan ini sebagai bahan dan pertimbangan mengambil kebijakan.