Kemtan tambah populasi sapi perah bersertifikat



JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) menambah populasi sapi perah lantaran jumlahnya terus menyusut dari tahun ke tahun. Sapi perah bersertifikat yang ditambah berjumlah 15 ekor.

Sapi perah bersertifikat ini dibagikan masing-masing lima ekor ke tiga wilayah, yakni Jawa Timur di UPTD Tuban, lalu Jawa Barat di SPR Tegar Beriman Bogor dan Jawa Tengah di Koperasi Pesat Banyumas.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kemtan Muladno mengatakan, peningkatkan produksi sapi perah sangat diperlukan. Menurutnya, upaya peningkatan populasi sapi perah sebagai penghasil utama susu diperlukan terobosan-terobosan seperti yang dilakukan oleh BBPTU HPT Baturraden. Ia bilang perlu adanya terobosan yang signifikan dalam hal peningkatkan produks ini. "Salah satunya pendistribusian sapi perah bersertifikat," kata Muladno, Senin (6/6).


Menurut Muladno, data statistik peternakan tahun 2015 menunjukkan, saat ini Indonesia memiliki populasi sapi perah sekitar 525.100 ekor dengan produksi 805,4 ton susu segar. Dilihat dari distribusi produksi susu tersebut ternyata 99,31% dihasilkan di Pulau Jawa, sedangkan di Sumatera dan Sulawesi berkontribusi masing-masing sebesar 0,34%, lalu Kalimantan 0,10% dan Kepulauan Bali, NTT, NTB sebesar 0,02%.

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk mendorong pengembangan persusuan di Indonesia yang tertuang pada rencana review cetak biru persusuan nasional, yaitu pendekatan dari sisi konsumsi dan atau pendekatan dari sisi produksi. Pendekatan dari sisi konsumsi yakni sosialisasi pentingnya pemenuhan konsumsi susu bagi masyarakat, diharapkan tren peningkatan konsumsi dapat sebagai peningkat produksi dalam menyediakan pangan susu tersebut.

Namun jika upaya peningkatan produksi sangat lambat, maka yang terjadi adalah membesarnya gap antara produksi dalam negeri dan impor semakin besar. Menurut catatan BPS 2015, Indonesia termasuk negara pengimpor susu sebanyak 265.000 ton. Impor susu sebagian besar dalam bentuk susu bubuk dan condensed/evaporated milk, sehingga budaya minum susu segar di Indonesia dinilai belum berkembang baik.

Impor sudah melampaui 80% untuk pemenuhan kebutuhan susu nasional, sehingga dikhawatirkan akan dapat mendorong Indonesia masuk dalam food trap impor (jebakan impor pangan) dan ketergantungan akan impor produk susu semakin membesar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini