Kemungkinan harga gas alam terus terkoreksi



JAKARTA. Harga gas alam tak lagi membara. Setelah cuaca ekstrem di Amerika Serikat berakhir, harga gas alam pun ikut meleleh.

Mengutip Bloomberg, Rabu (4/2) pukul 15.30 WIB harga gas alam kontrak pengiriman Maret 2015 di New York Merchantile Exchange turun 0,3% ke level US$ 2.719 per mmbtu dibanding penutupan hari sebelumnya. Harga ini juga merosot 4,3% sepanjang pekan terakhir.

Spekulasi suhu di bagian timur AS berdasarkan MDA layanan cuaca Maryland, yang akan bergerak di bawah normal hingga 7 Februari 2015 mendatang ternyata tidak mampu membantu banyak. Padahal Energy Information Administration memperkirakan 49% rumah tangga AS menggunakan gas untuk pemanas.


Analis dan Direktur Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim mengatakan, kemungkinan harga gas terus terkoreksi, masih terbuka. Pasalnya tekanan dari keadaan perekonomian dunia yang belum pulih masih cukup besar.

HSBC jasa PMI China bulan Januari 2015 masih turun di 51,8 atau jauh di bawah bulan Desember 2014 yakni 53,4. “Ini penurunan terdalam sepanjang 3 tahun terakhir,” papar Ibrahim. Sebelumnya data HSBC Manufaktur China pun buruk. Ini menunjukkan bahwa keadaan perekonomian China masih belum pulih seperti sediakala.

Krisis ekonomi China semakin dipertegas dengan hasil PDB China kuartal empat 2014 lalu yang hanya 7,4%. “Pemerintah China akhirnya mangkas prospek pertumbuhan ekonomi China 2015,” katanya. Tadinya prospek pertumbuhan ekonomi China 2015 sebesar 7,5% yang kemudian dipangkas menjadi 7,1% setelah berkaca dengan keadaan saat ini.

Sementara di sisi lain, permasalahan geopolitik di Rusia yang diberikan sanksi kembali oleh Eropa dan Amerika Serikat ternyata sudah tidak mampu mengangkat kembali harga gas alam. Sementara Crimea, Ukraina sebagai salah satu penghasil gas alam terbesar di dunia masih terus melakukan produksi dan ekspor seperti biasa.

Ditambah lagi dengan keadaan index dollar yang masih terus perkasa. Walau saat ini bergerak di level 94 atau turun dibanding awal Februari lalu saat menyentuh level 95, masih belum cukup kuat untuk mendongkrak harga komoditas termasuk gas alam.

Sebagai komoditas yang diperdagangkan dengan dollar AS, gas alam semakin tidak menarik. Spekulasi kuat bahwa kenaikan suku bunga AS sudah semestinya tidak ditunda lagi membuat hembusan angin mengarah pada USD. Artinya belum ada ruang bagi gas alam untuk kembali mendapat tempat perhatian di pasar.

Akibatnya permintaan yang ada belum mampu mengimbangi stok yang ada. Walaupun stok global saat ini sudah berada 3% di bawah stok rata-rata selama lima tahun terakhir yakni 2,5 triliun kubik per 23 Januari 2015 lalu.

EIA lewat laporannya 12 Januari 2015, menyatakan permintaan gas alam dari pembangkit listrik akan meningkat 3,2% di 2015 ini menjadi 23 miliar kubik per hari. Begitu pun dengan industri yang naik 4,4% menjadi 22,1 miliar kubik per hari. “Tapi masih belum akan mengangkat harga gas alam dalam waktu dekat,” tambah Ibrahim.

Hari ini Ibrahim melihat harga gas alam masih akan koreksi. Pasalnya pasar sedang mengantisipasi data AS. “Supply gas alam di pasar masih banjir,” kata Ibrahim.

Pada Kamis (5/2) mendatang, AS lewat Energy Information Administration akan merilis data stok gas alam mingguan miliknya. Diperkirakan akan terjadi pengurangan stok dari minggu sebelumnya yang hanya 94 miliar kubik menjadi 119 miliar kubik.

Secara teknikal tekanan terhadap gas alam juga terlihat. Saat ini bollinger dan moving average (MA) bergerak 30% di atas bollinger bawah dengan arah turun.

Indikator stochastic 65% positif dengan pergerakan naik namun masih terbatas. Kenaikan terbatas tersebut karena dihalangi oleh relative strength index (RSI) dan garis moving average convergence divergence (MACD) yang berada di level 60% negatif. Keduanya mengarah turun dan menahan laju harga gas alam.

“Bisa dibilang harga hari ini fluktuatif,” papar Ibrahim. Menurutnya, harga tidak akan bergerak di atas resistance dan di bawah support. Hari ini Ibrahim menduga harga akan bergulir di support US$ 2.670 per mmbtu dan resistance US$ 2.850 mmbtu. Sedangkan untuk sepekan mendatang di kisaran US$ 2.600 – US$ 2.800 per mmbtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa