KEN merekomendasikan ubah sistem subsidi energi



JAKARTA. Pemerintah tampaknya tak akan memilih kebijakan menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM). Sebab, Komite Ekonomi Nasional (KEN), lembaga yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, juga merekomendasikan agar pemerintah tidak menaikkan harga jual BBM bersubsidi.

KEN memilih merekomendasikan agar pemerintah memperbaiki sistem pemberian subsidi agar bisa tepat sasaran, yakni bagi fakir miskin dan masyarakat dengan penghasilan menengah bawah. Menurut KEN, perlu dilakukan pemberian subsidi yang tepat sasaran. Jadi yang memperoleh subsidi adalah orang, bukan barang. "Namun, subsidi itu diberikan kepada yang memerlukan, yakni fakir miskin," kata Ketua KEN, Chairul Tanjung, dalam seminar bertajuk Outlook Ekonomi 2013 Terus Tumbuh dengan Kekuatan Domestik, Senin (10/12).

KEN berpandangan, jika harga BBM bersubsidi dinaikkan, masyarakat berpenghasilan menengah atas tetap menikmati subsidi tersebut. Sementara, warga miskin akan terkena dampak kenaikan harga bahan pangan. "Nah, hal ini tentu mengganggu konsumsi domestik yang ujungnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi," tegas pemilik Trans Corporation itu.


Rekomendasi KEN terhadap kebijakan subsidi adalah agar pemerintah melarang masyarakat berpenghasilan menengah atas untuk menggunakan BBM bersubsidi. "Kalau orang sudah bisa membeli mobil pribadi, berarti dia sudah bisa dikatakan tidak miskin," ujarnya.Bisa tumbuh 6,6%

Tapi, rekomendasi KEN ini bisa memunculkan spekulasi di masyarakat. Masyarakat yang berhak membeli BBM subsidi akan tergoda untuk menyalahgunakan haknya dengan menjual BBM bersubsidi kepada pemilik mobil sehingga konsumsi tetap tinggi dan anggaran subsidi bisa membengkak lagi.

KEN mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 masih ditopang oleh konsumsi domestik ketimbang investasi dan ekspor. Kontribusi belanja rumah tangga terhadap ekonomi sebesar 2,6%-2,9%, sedangkan investasi 2,7%-2,9%, dan ekspor hanya 0%-0,2%. Dalam hitungan KEN tahun depan ekonomi Indonesia hanya tumbuh kisaran 6,1%-6,6%.

Tapi, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, tetap optimistis dengan 6,8%. Ia bilang, peran pemerintah terhadap pertumbuhan lebih baik tahun depan. Caranya, pertama, meningkatkan kapasitas para pengelola anggaran mulai dari satuan kerja agar lebih baik menyusun rencana penarikan dana dan perencanaan pengadaan. Kedua, perbaikan tata cara tender akan membuat belanja lebih cepat. Ketiga monitoring lebih ketat.

Ekonom Indef, Enny Sri Hartati mengingatkan, tanpa campur tangan lebih besar dalam pembangunan infrastruktur, pemerintah sudah memenuhi target 6,8%. Jika langkah pemerintah optimal, pertumbuhan bisa 6,5%.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri