JAKARTA. Banyak pihak menyayangkan kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga kembali. Kenaikan BI rate 25 bps menjadi 7,5% ini dianggap semakin memperberat perekonomian Indonesia. Direktur Eksekutif Komunikasi BI Difi Johansyah mengatakan, hingga pertengahan tahun 2014 mendatang BI memperkirakan perekonomian Indonesia masih menghadapi goncangan yang cukup besar. Ketidakpastian masih membayangi indikator ekonomi domestik, terutama soal masalah tappering off Amerika Serikat (AS). "(Kenaikan BI rate) Ini sebagai bantalan ke depan untuk menghadapi ketidakpastian," ujar Difi, Rabu (13/11). Difi menjelaskan, tujuan dari kenaikan BI rate ini adalah pengereman permintaan. Apabila permintaan turun, maka dengan sendirinya seharusnya current account defisit atawa defisit transaksi berjalan pun akan turun. Karena itu, menurut Difi, BI harus memberikan sinyal ke pasar bahwa BI menangani permasalahan defisit ini. Caranya, dengan menaikkan instrumen BI rate. "Kita gak bisa biarkan ekonomi berjalan seperti ini," tandas Difi. Asal tahu saja, BI ingin memastikan CAD menurun meskipun diperkirakan BI CAD akan berada di level US$ 8,4 miliar pada kuartal III 2013. Sekadar mengingatkan, defisit transaksi berjalan terus melanda tanah air sejak kuartal terakhir 2011 lalu. Defisit ini mencapai nilai tertinggi pada kuartal II 2013 yakni mencapai 4,4% dari PDB Indonesia atau sebesar US$ 9,8 miliar. Apalagi, BI melihat potensi capital inflow ke depannya relatif masih tipis. Alasan instrumen BI rate yang dipilih BI untuk mengecilkan defisit transaksi berjalan, lanjut Difi, karena BI tidak mempunyai banyak pilihan instrumen seperti layaknya pemerintah. Instrumen yang dipunyai BI berbeda dengan pemerintah. Pemerintah bisa menggunakan pajak untuk mengerem impor. Dan, instrumen pajak memang instrumen pemerintah yang paling bagus untuk mengerem konsumsi.
Kenaikan BI rate bantalan ketidakpastian ekonomi
JAKARTA. Banyak pihak menyayangkan kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga kembali. Kenaikan BI rate 25 bps menjadi 7,5% ini dianggap semakin memperberat perekonomian Indonesia. Direktur Eksekutif Komunikasi BI Difi Johansyah mengatakan, hingga pertengahan tahun 2014 mendatang BI memperkirakan perekonomian Indonesia masih menghadapi goncangan yang cukup besar. Ketidakpastian masih membayangi indikator ekonomi domestik, terutama soal masalah tappering off Amerika Serikat (AS). "(Kenaikan BI rate) Ini sebagai bantalan ke depan untuk menghadapi ketidakpastian," ujar Difi, Rabu (13/11). Difi menjelaskan, tujuan dari kenaikan BI rate ini adalah pengereman permintaan. Apabila permintaan turun, maka dengan sendirinya seharusnya current account defisit atawa defisit transaksi berjalan pun akan turun. Karena itu, menurut Difi, BI harus memberikan sinyal ke pasar bahwa BI menangani permasalahan defisit ini. Caranya, dengan menaikkan instrumen BI rate. "Kita gak bisa biarkan ekonomi berjalan seperti ini," tandas Difi. Asal tahu saja, BI ingin memastikan CAD menurun meskipun diperkirakan BI CAD akan berada di level US$ 8,4 miliar pada kuartal III 2013. Sekadar mengingatkan, defisit transaksi berjalan terus melanda tanah air sejak kuartal terakhir 2011 lalu. Defisit ini mencapai nilai tertinggi pada kuartal II 2013 yakni mencapai 4,4% dari PDB Indonesia atau sebesar US$ 9,8 miliar. Apalagi, BI melihat potensi capital inflow ke depannya relatif masih tipis. Alasan instrumen BI rate yang dipilih BI untuk mengecilkan defisit transaksi berjalan, lanjut Difi, karena BI tidak mempunyai banyak pilihan instrumen seperti layaknya pemerintah. Instrumen yang dipunyai BI berbeda dengan pemerintah. Pemerintah bisa menggunakan pajak untuk mengerem impor. Dan, instrumen pajak memang instrumen pemerintah yang paling bagus untuk mengerem konsumsi.