Kenaikan bunga The Fed kerek pasar obligasi



JAKARTA. Setelah suku bunga The Fed naik 25 basis poin (bps) menjadi 0,75%1%, harga obligasi Pemerintah Indonesia merangkak naik. Seusai rapat FOMC, posisi INDOBeX Government Total Return yang disusun Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) terkerek 0,46% ke level 214,58, Kamis (16/3) pekan lalu.

Buntutnya, sejak akhir 2016 hingga 20 Maret 2017, imbal hasil (return) obligasi pemerintah naik 4,80% menjadi 215,42. Analis IBPA Nicodimus Anggi Kristiantoro menilai, peningkatan kinerja obligasi negara lantaran persepsi pasar terhadap stabilitas ekonomi domestik terjaga. Pasar juga terdongkrak kinerja indikator ekonomi di awal tahun ini yang masih positif.

Dengan kenaikan suku bunga The Fed, pelaku pasar mendapat kepastian. "Ini yang menyebabkan return obligasi pemerintah naik cukup signifikan," kata Nico kemarin.


Ke depan, Nico memprediksikan, return surat utang pemerintah terus menanjak. Dengan catatan, ada kepastian mengenai kenaikan suku bunga The Fed hingga dua kali sesuai ekspektasi pasar.

Senior Research Analyst Pasar Dana Beben Feri Wibowo berpendapat, ada tiga faktor pendongkrak kenaikan return obligasi. 

Pertama, ekspektasi positif masih terjaga karena ada perbaikan outlook peringkat utang dalam negeri dari Fitch Ratings dan Moodys Investors Service. Rating utang naik, dari sebelumnya stabil menjadi positif.

Langkah Fitch dan Moody's, kata Beben, secara psikologis akan mendorong Standard&Poor's (S&P) untuk mengerek peringkat utang dalam negeri menjadi investment grade pada pertengahan tahun nanti. Itu sekaligus membuat pemodal asing mencatatkan net buy di surat berharga negara (SBN) sebesar 5,38% menjadi Rp 701,58 triliun per 17 Maret 2017 alias year-to-date (ytd).

Kedua, peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perihal kepemilikan industri keuangan nonbank (INKB) terhadap SBN beserta perubahannya jadi minimal 30% turut mendorong return obligasi.

Ketiga, longgarnya likuiditas perbankan akibat penyaluran kredit yang masih minim. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 17 Maret 2017 mencatat, porsi perbankan di SBN melonjak 36,23% menjadi Rp 544,16 triliun. "Kebijakan The Fed masih menjadi tantangan bagi pasar pendapatan tetap hingga akhir tahun. Apalagi, diperkirakan ada dua kali lagi kenaikan suku bunga The Fed," tambah Beben.

Memang tidak dipungkiri, pasca kenaikan bunga The Fed, nilai tukar rupiah relatif stabil sehingga Bank Indonesia berani mempertahankan suku bunga acuan BI-7 days repo rate di 4,75%. "Kondisi rupiah dan keputusan BI memberikan sentimen positif terhadap yield SUN bertenor 10 tahun yang turun ke 7,28%-7,29%," ujar Beben.

Hingga akhir 2017, pasar obligasi RI diprediksi masih dibayangi sentimen global, khususnya kebijakan Donald Trump dan kenaikan bunga The Fed. Meski begitu, pasar obligasi masih berpeluang mencatatkan pertumbuhan positif di level moderat 4%-5% dan optimistis 6%-7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia