Kenaikan CDS Indonesia dinilai hanya bersifat sementara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Risiko berinvestasi Indonesia kembali mengalami kenaikan seiring persepsi investor terhadap risiko investasi Indonesia yang tercermin dalam credit default swap (CDS) kembali mengalami kenaikan.

Jumat (26/3), CDS tenor 5 tahun ditutup di level 86,51. Sementara CDS tenor 10 tahun ditutup di level 152,11. Kedua level tersebut merupakan level tertinggi dalam empat bulan terakhir.

Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana menjelaskan, kenaikan CDS Indonesia disebabkan oleh para investor asing yang beralih ke US Treasury. Hal ini juga didukung oleh adanya kekhawatiran terjadinya taper tantrum, angka inflasi yang naik, serta yield US Treasury yang overshoot. 


Baca Juga: Kenaikan yield US treasury picu level CDS Indonesia ikut naik

“Pada akhirnya investor asing pun berhati-hati dan memindahkan asetnya dari negara berkembang ke Amerika Serikat. Padahal, jika dilihat dari sisi dalam negeri, kondisi Indonesia justru relatif baik dan stabil,” jelas Fikri kepada Kontan.co.id, Jumat (26/3).

Fikri meyakini fundamental Indonesia masih cukup baik setelah pernyataan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut pengeluaran negara naik 200%, dengan pendapatan negara yang juga naik sekitar 0,4% pada Februari. Hal ini membuat risiko refinancing risk dari pemerintah juga menjadi negatif.

Belum lagi, data-data ekonomi seperti cadangan devisa yang tercatat all time high, lalu current account deficit juga masih surplus sejauh ini. Oleh karena itu, Fikri meyakini kondisi saat ini lebih dipengaruhi oleh tekanan dari global ketimbang cerminan kondisi dari dalam negeri. Dus, ia meyakini kenaikan CDS saat ini hanya bersifat sementara. 

“Pada akhirnya ini semua terjadi karena adanya kekhawatiran investor. Risiko terjadi taper tantrum layaknya 2013 silam juga sebenarnya kecil karena rupiah dan yield SBN saat ini relatif lebih terjaga dibanding kondisi saat itu. Ketika semua mereda, CDS pun akan bergerak turun lagi,” tambah Fikri. 

Baca Juga: Targetkan penjualan tumbuh dobel digit pada 2021, ini strategi Pyridam Farma (PYFA)

Ke depan, Fikri menyebut yang jadi langkah penting adalah kemampuan pemerintah dalam menjaga visi para investor. Menurutnya, pemerintah bisa menjaga kepercayaan investor dengan memastikan pergerakan rupiah yang lebih stabil, jangan sampai dibiarkan melemah hingga di atas Rp 14.500 misalnya. 

Fikri meyakini pemerintah tidak akan kesulitan menjaga stabilitas rupiah. Apalagi, Bank Indonesia saat ini sudah punya 3 layer rupiah, yakni spot, NDF, dan forward. Hal ini akan semakin memudahkan meminimalisir risiko outflow yang terjadi secara tiba-tiba.

Namun, Fikri memperkirakan, kondisi pasar akan jauh terlihat lebih jelas ketika memasuki bulan Juni. Ia melihat sebulan hingga dua bulan ke depan adalah fase konsolidasi, baik untuk rupiah maupun SBN. 

“Semua akan terlihat lebih jelas ketika data-data ekonomi pada periode puasa dan lebaran, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi sudah keluar. Nanti baru akan terlihat seperti apa daya beli masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan kepercayaan terhadap konsumsi dan investasi dalam negeri,” tutup Fikri. 

Selanjutnya: Pergerakan yield US Treasury jadi sentimen utama pada lelang SBN Selasa (30/3)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi