Kenaikan CDS Indonesia Dinilai Hanya Bersifat Sementara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Credit Default Swap (CDS) Indonesia terpantau berada di level yang cukup tinggi. Bahkan, CDS untuk tenor 5 tahun sempat menyentuh level 97,31 pada Senin (7/2) yang merupakan level tertingginya pada satu tahun terakhir.

Head of Fixed Income Trimegah Asset Management Darma Yudha mengatakan, CDS Indonesia naik karena perpaduan sentimen internal maupun eksternal. Dari dalam negeri, kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan membuat kekhawatiran dan persepsi risiko berinvestasi di Indonesia pun jadi naik. Terlebih, di saat negara lain sudah melewati gelombang Omicron, Indonesia justru baru mengalami.

Sementara sentimen dari luar, selain soal antisipasi kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve, tingginya angka inflasi Amerika Serikat (AS) turut menjadi sentimen negatif. Bahkan, imbas dari tingginya angka inflasi tersebut membuat The Fed mengadakan pertemuan yang lebih cepat dari jadwal.


“Terlepas dari The Fed menaikkan suku bunga acuan lebih cepat dari jadwal atau tidak, kita tidak tahu. Tapi, sebagai antisipasi, CDS pun naik karena akan ada potensi risiko outflow,” jelas Yudha kepada Kontan.co.id, Jumat (11/2)

Baca Juga: Ini Tujuh Seri SUN yang akan Dilelang pada Selasa 15 Februari 2022

Kendati begitu, Yudha meyakini kenaikan CDS seharusnya tidak akan signifikan dan cenderung terukur. Pasalnya, secara fundamental, Indonesia saat ini cukup solid. Seperti kepemilikan investor asing di SBN yang rendah, inflasi yang terjaga, nilai tukar rupiah yang stabil, hingga harga komoditas yang tetap tinggi di tahun ini.

Oleh karena itu, dia meyakini CDS Indonesia memang harus naik terlebih dahulu sehingga yield SBN juga harus naik. Akan tetapi, ketika The Fed sudah memberi tahu kebijakannya mengenai berapa kali kenaikan suku bunga acuan pada Maret ini, pasar diyakini akan priced-in setelah mengetahui hal tersebut.

“Jadi yang ditunggu, apakah The Fed menaikkan langsung 50 bps atau 25 bps secara bertahap sebanyak dua kali pada bulan Maret nanti. Selepas ini, market akan kembali stabil, sehingga CDS dan yield SBN akan kembali menguat,” imbuh Yudha.

Baca Juga: Top Holding Saham Perbankan Jadi Kunci Reksadana Ini Catatkan Kinerja Terbaik

Akan tetapi, Yudha mengingatkan hal tersebut harus diiringi dengan kasus Omicron yang sudah terkendali. Ia berharap, memasuki Maret, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mulai terkendali karena pada kuartal II-2022 akan ada bulan Ramadhan dan Lebaran yang bisa mendongkrak ekonomi Indonesia.

Dengan situasi dan kondisi tersebut, Yudha menyebut, investor yang hendak membeli obligasi negara sebaiknya wait and see terlebih dahulu. Menunggu kepastian terkait sikap The Fed pada Maret mendatang.

“Namun, obligasi korporasi bisa jadi pilihan yang lebih menarik karena berpotensi outperform obligasi negara. Karena secara suku bunga dan kupon lebih tinggi, ditambah lagi, dengan permintaan yang tinggi dan credit risk turun, akan dorong kinerja obligasi korporasi,” tutup Yudha.

Baca Juga: Pefindo Tetap Optimistis pada Pertumbuhan Penerbitan Surat Utang Korproasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati