JAKARTA. Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, menekan perusahaan alat teknologi terapan asal Amerika Serikat, General Electric (GE) Indonesia. "Dampaknya tidak secara langsung karena yang sangat terdampak itu customer kami. Tapi kalau customer terdampak (otomatis) kami juga," ujar Handry di Jakarta, Selasa (7/3). Ia mengatakan lini bisnis GE yang mengalami terdmpak dari pelemahan rupiah ini adalah lini bisnis reparasi komponen pesawat dan kereta. Saat ini, GE Indonesia memiliki 8 core business mencakup penyediaan teknologi untuk industri kesehatan, penerbangan, transportasi, minyak dan gas hingga pembangkit listrik. Pasalnya klien GE seperti PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membeli komponen dengan mata uang dolar AS. Hal tersebut turut menjadi katalis negatif perusahaan tahun lalu dimana, penjualan merosot 10%. "Tahun lalu bisa dibilang kami turbulensi, turun hingga sekitar 10%. Karena tahun lalu ada pemilu, banyak wait and see, proyek tidak jalan optimal," ujar Handry. Ia tidak menyebutkan berapa persisnya, pendapatan perusahaan tahun lalu, tapi bisa dibilang di bawah US$ 1 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kenaikan dollar tekan kinerja GE Indonesia
JAKARTA. Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, menekan perusahaan alat teknologi terapan asal Amerika Serikat, General Electric (GE) Indonesia. "Dampaknya tidak secara langsung karena yang sangat terdampak itu customer kami. Tapi kalau customer terdampak (otomatis) kami juga," ujar Handry di Jakarta, Selasa (7/3). Ia mengatakan lini bisnis GE yang mengalami terdmpak dari pelemahan rupiah ini adalah lini bisnis reparasi komponen pesawat dan kereta. Saat ini, GE Indonesia memiliki 8 core business mencakup penyediaan teknologi untuk industri kesehatan, penerbangan, transportasi, minyak dan gas hingga pembangkit listrik. Pasalnya klien GE seperti PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membeli komponen dengan mata uang dolar AS. Hal tersebut turut menjadi katalis negatif perusahaan tahun lalu dimana, penjualan merosot 10%. "Tahun lalu bisa dibilang kami turbulensi, turun hingga sekitar 10%. Karena tahun lalu ada pemilu, banyak wait and see, proyek tidak jalan optimal," ujar Handry. Ia tidak menyebutkan berapa persisnya, pendapatan perusahaan tahun lalu, tapi bisa dibilang di bawah US$ 1 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News