JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan bunga deposit facility (FasBI) menjadi 4% bertujuan untuk menyelesaikan masalah makro. Salah satunya, mengendalikan pertumbuhan kredit agar ekonomi tidak cepat panas (overheating). Bagi bank, kebijakan ini tidak terlalu menguntungkan karena bank masih menanggung negative spread yang cukup lebar. Walhasil, bank tetap memilih menggenjot penyaluran kredit. Direktur Tresuri Bank Tabungan Negara (BTN), Saut Pardede, mengatakan kenaikan bunga FasBI bisa mengurangi kerugian dari pemberian bunga deposito, tetapi masih tetap negatif spread. "Bunga deposito 5,5% sementara deposit facility 4% ada selisih 1,5% yang ditanggung bank. Jadi kenaikan ini tidak terlalu menguntungkan," ujarnya. Maka itu, menurut Kepala Tresuri Bank Central Asia (BCA), Branco Windoe kebijakan ini hanya sinyal ke pasar, otoritas siap bergerak lebih lanjut jika diperlukan. "Otoritas lebih fokus ke pertumbuhan ekonomi, kurs dan neraca perdagangan," ujarnya, Selasa (4/8).
Informasi saja, bunga deposit facility 4% sama dengan bunga deposit facility awal tahun. Waktu itu, BI memperlebar koridor batas bawah operasi pasar terbuka dari semula 150 poin menjadi 200 poin dari bunga acuan 6,0%. Juni 2012, rasio dana menganggur terhadap aset berada di 18,98%. Komposisinya, aset likuid primer Rp 574,17 triliun dan aset likuid sekunder Rp 141,55 triliun. Adapun dana bank di deposit facility Juli lalu Rp 67,39 triliun, naik 6,42% (year on year/yoy). Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto, mengatakan BI menaikkan FasBI karena ingin menarik ekses likuiditas. BI hendak mengerem ekspansi sebab pertumbuhan kredit 26% perlu diwaspadai. Bunga 4% cukup menarik, sebab bunga overnight tidak ada yang sebesar itu dan mudah dicairkan. "Tetapi mumpung likuiditas masih bagus lebih baik bank menyalurkan kredit daripada di SBI atau deposit facility," ujarnya. LPS dan BI rate tetap