Kenaikan Fed rate tak berefek besar



JAKARTA. The Federal Reserve (The Fed) akhirnya menaikkan suku bunga acuannya. Meski demikian, ekonom berharap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) dalam dua hari ini tak perlu mengubah kebijakan moneter untuk menghadapi kenaikan Fed Rate.

Alasannya, kenaikan Fed Rate pada pekan ini hanya 0,25% seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Sehingga BI 7 Day Reverse Repo Rate (RRR) yang saat ini bertengger di level 4,75% masih layak dipertahankan.

Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat, pelaku pasar butuh stabilitas kebijakan untuk menghadapi kenaikan Fed Rate. "Ini penting bagi market confidence. Kini tugas pemerintah harus terus memperkuat fundamental ekonomi termasuk menjaga daya beli, memperkuat ekspor dan melanjutkan reformasi struktural," jelas Bima, Rabu (14/6).


Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta juga menjelaskan jika BI dan pasar sudah mengantisipasi tiga kali kenaikan Fed Rate dengan menetapkan suku bunga 4,75%. Lagipula, meski Fed Rate naik, yield US Treasury tidak naik tajam. "Pemerintah tidak harus antisipasi berlebihan kenaikan Fed Rate 25 bps tambahan. Cadangan devisa saat ini sudah lebih dari cukup untuk jaga stabilitas rupiah," ungkapnya.

Perhitungan Rangga, efek kenaikan Fed Rate kali ini tidak berdampak terlalu besar ke ekonomi Indonesia, terutama berkaitan dengan capital outflow dan kurs. Bahkan, dana asing masih akan terus meningkat ke Indonesia, mengingat Standard and Poor's baru saja memberikan label investment grade.

Namun, untuk antisipasi jangka pendek, Rangga menyarankan pemerintah maupun BI bisa mulai memberlakukan peraturan untuk membatasi pembelian dollar bagi para spekulan. "Salah satu contohnya saja itu, tapi hal ini juga tidak bisa dilakukan secara masif, karena bisa dibaca pasar sebagai strict capital control sehingga justru bisa memicu outflows lebih besar lagi," papar Rangga.

Akan tetapi, dalam jangka panjang, BI dan pemerintah bisa mempercepat proses pendalaman pasar keuangan domestik, sehingga dominasi investor asing bisa berkurang. Diharapkan, ketika ada shock dari luar, tidak akan terlalu berbahaya.

Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengatakan jika naiknya suku bunga bergantung pada kondisi negara itu sendiri. "Ekonomi Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Daya beli rumah tangga naik, penyerapan tenaga kerjanya juga bagus. Jadi mungkin dalam waktu dekat BI belum perlu menaikkan suku bunga acuan," jelas David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie