KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga batubara turut menyokong kinerja keuangan PT Bukit Asam (PTBA). Analis melihat PTBA bisa memanfaatkan kenaikan harga batubara dengan fokus meningkatkan penjualan ekspor. Kinerja PTBA yang cerah tercermin dari laporan keuangan semester I-2021. Tercatat, PTBA menorehkan kenaikan pendapatan 14,2% year on year (yoy) menjadi Rp 10,29 triliun pada semester I-2021, dari Rp 9,01 triliun di semester I-2020. Sejalan dengan naiknya pendapatan, laba bersih PTBA juga naik 38% ke Rp 1,7 triliun. Mengutip Bloomberg, Rabu (13/10) harga batubara di ICE Newcastle kontrak teraktif berada di US$ 234,85 per metrik ton. Harga batubara naik 196,2% secara year to date.
Sukarno Alatas, Analis Kiwoom Sekuritas mengatakan dalam risetnya harga batubara melesat karena permintaan untuk kebutuhan tenaga listrik dari China dan India meningkat. Sukarno mengutip International Energy Agency memperkirakan permintaan listrik secara global meningkat 5% di 2021 dan meningkat 4% di 2022. Seiring dengan harga batubara yang naik, Harga Acuan Batubara (HBA) per September ikut naik sentuh rekor tertinggi di US$ 150,03 per metrik ton.
Baca Juga: Harga saham PTPP & JSMR naik di sesi pertama perdagangan bursa Rabu (13/10) Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu juga mencatat rata-rata harga jual PTBA ikut meningkat ke level Rp 886.000 per ton pada kuartal II-2021. Sebagai perbandingan, ASP pada periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 668.000 per ton dan ASP pada kuartal pertama 2021 sebesar Rp 670.000. Dessy memproyeksikan penguatan harga batubara masih akan terjadi didukung oleh permintaan yang kuat dan terbatasnya suplai. Pada tahun ini, PTBA diproyeksikan mengempit pendapatan bersih senilai Rp 23,10 triliun dan akan naik menjadi Rp 23,81 triliun di tahun depan. Bukit Asam diproyeksikan membukukan laba bersih senilai Rp 3,99 triliun di tahun ini dan akan naik menjadi Rp 4,03 triliun di tahun depan.
Sementara, Sukarno mengamati di semester I-2021 PTBA sudah memenuhi komitmen domestic market obligation (DMO) sebesar 25%. Dengan begitu, Sukarno memandang PTBA bisa lebih fokus untuk meningkatkan penjualan ekspor di tengah kenaikan harga batubara yang signifikan. Manajemen juga menargetkan porsi penjualan ekspor naik ke 47% di tahun ini dari 46% di tahun lalu. Sukarno juga memproyeksikan penjualan PTBA berpotensi meningkat pada kuartal III dan IV tahun ini. Sentimen pendorong datang dari volume produksi PTBA yang juga meningkat. Tercatat di kuartal II-2021 produksi PTBA mencapai 8,8 juta ton naik 38% yoy dan naik 96% secara kuartalan. Sementara secara kumulatif di sepanjang semester I-2021 porduksi PTBA juga tumbuh 10,8% yoy menjadi 13,3 juta ton. Dessy memproyeksikan volume produksi PTBA dapat mencapai 30,8 juta ton-33,7 juta ton pada 2021-2022 dengan ekspektasi pemulihan produktivitas, didukung strategi manajemen untuk mendorong penjualan ekspor di tengah tren penguatan harga batubara global. Sebagai perbandingan, emiten yang berbasis di Sumatra Selatan ini memproduksi 24,8 juta ton batubara pada 2020. Dessy merekomendasikan beli saham PTBA dengan target harga Rp 3.200 per saham dan beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.230 per saham. Kompak, Head of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe juga masih merekomendasikan beli PTBA dengan target harga Rp 3.000 di akhir tahun ini. Menurutnya, selama harga batubara dalam tren naik, maka prospek kinerja PTBA akan cerah.
Namun, Kiswoyo mengingatkan, risiko emiten ini adalah jika kenaikan harga batubara mulai terbatas, maka harga saham PTBA berpotensi terkoreksi. "Jika harga batubara mulai melandai atau turun, maka investor yang sudah memiliki PTBA harus jual, karena pergerakan harga saham PTBA selalu terkait dengan harga batubara," kata Kiswoyo, Kamis (14/10). Namun, secara keseluruhan, Kiswoyo memproyeksikan di sepanjang tahun ini laba PTBA berpotensi tetap tumbuh 20% yoy. Sementara Sukarno memasang rekomendasi overweight untuk PTBA dengan target harga Rp 2.870 per saham. Sukarno memproyeksikan pendapatan PTBA berpotensi naik ke Rp 22,42 triliun dan laba diproyeksikan naik ke Rp 4,19 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi