Kenaikan Harga Batubara Terbatas, Intip Rekomendasi Saham Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten sektor batubara diprediksi turun pada tahun 2024. Hal ini lantaran stok batubara yang cukup tinggi di konsumen utama seperti China, sehingga membuat permintaan melemah. 

Mayoritas emiten batubara yang telah merilis laporan keuangan tahun buku 2023 juga membukukan penurunan kinerja. Teranyar, ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar Rp 6,10 triliun. 

Laba bersih Bukit Asam ambles 51,41% secara tahunan atau year on year (YoY) dari Rp 12,56 triliun di tahun 2022. Penurunan laba disebabkan oleh penurunan pendapatan 9,75% menjadi Rp 38,48 triliun dari Rp 42,64 triliun di 2022. 


PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) juga membukukan penurunan laba 34,17% menjadi US$ 1,64 miliar. Angka tersebut merosot dari US$ 2,49 miliar di tahun 2022. 

Jika ditelisik, kontrak pada laba bersih ADRO sejalan dengan kontraksi pada pendapatan. ADRO membukukan pendapatan US$ 6,51 miliar sepanjang 2023 yang turun 20% secara tahunan. 

Baca Juga: Selain Konflik Timur Tengah, Ini Sebab Harga Batubara Naik 7,2% Sepekan

Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer mengatakan, sentimen lainnya yang membuat kinerja batubara pada tahun ini akan menurun yaitu, karena harga batubara dunia yang masih akan cukup tertekan di tahun 2024.

“Meskipun jika dilihat harga batubara dunia cukup mengalami penguatan akhir-akhir ini, tapi kami kira beberapa sentimen utama masih akan menekan harga jual batubara global,” kata Miftahul kepada Kontan.co.id, Jumat (19/4). 

Miftahul memproyeksi, harga batubara global hanya akan berkisaran antara US$ 117 per ton di sepanjang tahun ini. Angka tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan harga rata-rata-rata sepanjang 2023 yang berada di level US$ 172,05 per ton. 

“Tidak hanya itu, perkiraan tersebut terhitung sebagai yang terendah sejak 8 Juni 2021. Proyeksi harga yang masih berada di level tinggi dibanding pra pandemi didasarkan oleh kemungkinan kebijakan pelonggaran keuangan ke depan,” kata dia. 

Sentimen lainnya yang membuat harga batubara masih tertekan, Miftahul bilang, karena adanya inisiatif dari dua negara konsumen batubara terbesar, yaitu China dan India. Kedua negara akan melakukan stockpiling atau penimbunan, walaupun ekonomi China dan India masih dalam kondisi pemulihan. 

“Sehingga harga batubara kami lihat masih akan kembali tertekan pada tahun 2025 mendatang, sejalan dengan tesis ini kami kira akan berdampak negatif pada beberapa emiten batubara dalam negeri,” imbuhnya. 

Baca Juga: Harga Batubara Masih Naik, Meski Diramal Masih Ada dalam Tekanan hingga Akhir Tahun

Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan juga memprediksi bahwa harga batubara masih akan tertekannya di tahun 2024-2025. Menurutnya, kenaikan harga batubara yang terjadi akhir-akhir ini, bukan didukung oleh adanya tensi geopolitik Iran-Israel. 

Pasalnya, Timur Tengah tidak menjadi pemain utama dari produksi batubara global. Namun, kenaikan harga migas dapat mendorong kenaikan harga batubara di tahun ini, karena sifatnya yang subtitusi. 

“Menurut saya kenaikan harga batu bara akhir-akhir ini didorong oleh ekspektasi permintaan yang kuat untuk konsumen utama China dan India, dimana harga batu bara Newcastle berjangka naik menjadi di atas US$ 136 per ton pada bulan April, mendekati level tertinggi di tahun ini,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (20/4). 

Ditambah, Felix bilang, China yang merupakan konsumen terbesar di dunia, melanjutkan kebijakan untuk meningkatkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk meningkatkan ketahanan energinya. Asal tau saja, China berencana untuk membangun lebih dari 70 gigawatt kapasitas PLTU pada tahun ini.

“Memang ini bertentangan dengan janji China sebelumnya untuk mengurangi PLTU, dan membuat para investor percaya bahwa China akan tetap bergantung pada batubara,” kata dia

Baca Juga: Emiten Batubara Masih Hadapi Sejumlah Tantangan Tahun Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya

Meski begitu, ada sentimen positif dari pembagian dividen yang dilakukan oleh sejumlah emiten batubara. Salah satunya seperti, PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Emiten batubara pelat merah ini memang dikenal sebagai salah satu emiten penebar dividen dengan nilai dan rasio yang jumbo.

Namun, Bukit Asam belum membeberkan berapa nilai dan rasio pembagian dividen PTBA dari laba bersih tahun buku 2023. Jika berkaca dari tahun 2023, PTBA membagikan 100% laba bersih dari tahun buku 2022 sebagai dividen. Total nilai dividen tunai PTBA yang dibagikan pada tahun lalu mencapai total Rp 12,6 triliun atau setara Rp 1.094 per saham.

Dividend Payout Ratio (DPR) PTBA secara historis sejak tahun 2018 selalu di atas 70%. Kecuali pada tahun 2021, dimana DPR PTBA hanya mencapai 35% yang diambil dari laba bersih tahun 2020. 

Baca Juga: Kinerja Emiten Sinar Mas Dian Swastatika (DSSA) Terpangkas Penurunan Batubara

Lebih lanjut, Miftahul mengatakan bahwa potensi dividen yang ditawarkan oleh emiten-emiten batubara tersebut masih cukup menarik di tahun ini, dan berpotensi menjadi sentimen positif untuk kinerja dan pergerakan sahamnya. 

“Meski secara makro harga batubara global diprediksi masih tertekan, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa adanya dividen yang ditawarkan oleh emiten-emiten batubara tersebut masih cukup menarik di tahun ini,” kata Miftahul. 

Mitahul pun merekomendasikan buy untuk ADRO dengan target harga Rp 2.870 per saham. Selain itu, dia juga merekomendasikan buy untuk PT United Tractors Tbk (UNTR), dengan target harga Rp 26.800 per saham.

Sementara Felix, merekomendasikan buy untuk PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), dengan target harga Rp 1.800 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati