JAKARTA. Pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) mendapat respons negatif pelaku pasar obligasi. Namun tekanan ini diprediksi hanya berlangsung jangka pendek. Guna menekan kerugian, manajer investasi menata ulang portofolio yang menjadi aset dasar reksadana. Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menunjukkan, pasar obligasi tertekan pasca pemerintah menyatakan akan menaikkan harga BBM. Rata-rata harga obligasi pemerintah pada Rabu (29/10) turun menjadi 112.736 dibandingkan dengan hari sebelumnya yang sekitar 113.090. Investor melakukan aksi jual dan yield surat utang negara (SUN) bertenor menengah serta panjang naik tajam. Pelemahan pasar obligasi kembali berlanjut pada Kamis (30/10) dengan rata-rata harga obligasi ditutup di 112.627.
Chief Investment Officer PT CIMB Principal Asset Management, Cholis Baidowi, mengatakan, tekanan pasar obligasi akibat rencana kenaikan harga BBM akan terasa paling lama dua bulan. Setelah itu dia memperkirakan, harga obligasi akan naik lagi. Strategi investasi yang disiapkan CIMB yakni memperpendek durasi obligasi sejak beberapa bulan lalu. Tujuannya agar tekanan harga obligasi tidak terlalu berpengaruh terhadap portofolio investasi. Tapi strategi tersebut akan kembali diubah setelah pemerintah secara resmi mengumumkan waktu kenaikan harga BBM. "Setelah ada kepastian kapan kenaikan harga BBM, kami akan memperpanjang durasi. Sebab, pasar akan kembali bullish," ujar Cholis, Kamis (30/10). CIMB memilih lebih banyak obligasi negara sebagai aset dasar reksadana. Perusahaan pengelola dana ini juga menerapkan strategi investasi jangka menengah hingga jangka panjang ketimbang trading di obligasi. Sudah mengantisipasi Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto juga memperkirakan, dampak kenaikan harga BBM hanya akan berlangsung secara jangka pendek. Sedangkan secara jangka panjang, justru akan berdampak positif terhadap pasar obligasi. Kenaikan harga BBM memang akan memicu kenaikan laju inflasi dan dikhawatirkan ikut mengerek kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate. Apabila hal itu terjadi, yield obligasi akan naik. "Namun, asalkan rupiah tidak bergerak terlalu liar, maka kenaikan BI rate hanya kecil," kata Rudiyanto. Selain itu, rencana kenaikan harga BBM juga sudah diantisipasi oleh investor sebelumnya. Sehingga, penurunan harga obligasi diperkirakan tidak akan terlalu dalam. Untuk mengurangi gejolak, Panin Asset Management mengombinasikan portofolio antara obligasi pemerintah dan korporasi.
Obligasi korporasi diambil lantaran cenderung lebih stabil ketimbang milik pemerintah. "Kami sudah mengantisipasi kenaikan harga BBM. Untuk perubahan strategi, akan kami sesuaikan dengan perkembangan situasi terbaru," kata Rudiyanto. Beberapa obligasi yang menjadi pilihan Panin Asset Management, antara lain obligasi pemerintah seri FR0068, seri FR 0071, dan seri FR0067. Panin AM juga mengambil obligasi korporasi seperti obligasi subordinasi Bank Victoria III/2013, obligasi Bank Permata subordinasi berkelanjutan I tahap II/2012 serta obligasi Indomobil Finance Indonesia II/C 2013. Pilihan lain adalah obligasi AKR Corporindo 2012 seri B, obligasi berkelanjutan II Adira IIIA/2014, obligasi BII subordinasi I berkelanjutan I/2011. Obligasi berkelanjutan II Astra Sedaya Finance IIA/2013 juga jadi pilihannya. Rudiyanto memperkirakan, hingga akhir tahun ini reksadana pendapatan tetap bisa memberi return 6%-9%. "Kalau produk reksadana pendapatan tetap kami, Panin Dana Utama Plus 2, sudah memberikan return di kisaran 7,68% secara year to date per 29 Oktober," kata Rudi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie