Kenaikan harga BBM memicu naik BI rate



JAKARTA. Bank Indonesia akan menggelar rapat dewan gubernur (RDG) pada Kamis (11/4) besok. Hasil rapat RDG ini dipastikan akan membetot perhatian publik. Utamanya soal besaran suku bunga acuan (BI rate) yang bakal ditetapkan bank sentral. 

Tekanan inflasi yang tinggi memantik kekhawatiran.  Dengan inflasi pada bulan Maret mencapai 0,63%, maka inflasi selama tiga bulan pertama tahun ini sudah 2,42%. Angka   ini merupakan angka tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Secara tahunan, inflasi sudah mencapai 5,9%, melebihi batas target inflasi dari bank sentral 5,5%.


Tekanan ini pula yang diperkirakan akan mempengaruhi BI dalam pengambilan keputusan suku bunga acuan. Saat inflasi membubung tinggi, secara teori, bank sentral akan menyerap uang beredar ke sistem perbankan dengan  mengerek suku bunga acuan.

Namun, para ekonom yang dihubungi KONTAN masih yakin BI tetap akan mempertahankan BI rate di level 5,75%. Menurut mereka, tak ada alasan bagi bank sentral untuk mengerek BI rate dari level saat ini, 5,75%, meski  kenaikan inflasi membayangi. 

Meski inflasi naik, tekanan inflasi inti selama tiga bulan pertama 2013  masih rendah, yakni hanya 0,79%.  Kata mereka, tekanan inflasi belakangan disebabkan oleh kenaikan harga pangan yang bersifat sementara. Dalam kondisi seperti ini, peran pemerintah mengendalikan harga pangan adalah yang utama. Jika pemerintah gagal mengatasi lonjakan harga pangan, inflasi tinggi jadi ancaman ke depan.

Menurut Juniman, kenaikan BI rate justru bisa terpicu  oleh  kebijakan pemerintah menaikkan harga bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan menyulut inflasi. "Bila pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi Rp 1.500 per liter, ada potensi kenaikan BI rate 25 hingga 50 basis poin," kata dia, Selasa (9/4). Jika opsi yang dipilih pembatasan, dampak inflasinya kecil. 

Namun, pelemahan nilai tukar rupiah juga bisa mendorong kenaikan Bi rate. Belakangan, rupiah terus mengalami tekanan. Selasa (9/4), rupiah ditutup melemah Rp 9.743 per dollar AS, turun   0,75% jika dibandingkan dengan akhir tahun lalu Rp 9.670 per dollar AS. Kondisi ini diperburuk dengan neraca dagang yang defisit US$ 402,1 juta di 2 bulan pertama 2013

David Sumual, Ekonom Bank BCA minta pemerintah berhati-hati mengambil kebijakan BBM subsidi. Menaikkan harga akan menekan daya beli yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: