Kenaikan harga BBM merobek kantong pengusaha UKM



Kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BM) bersubsidi berdampak terhadap sektor usaha kecil menengah (UKM). Kenaikan BBM itu menyebabkan biaya produksi mengalami lonjakan, sehingga memangkas keuntungan bersih yang mereka peroleh.

Muhammad Rizki Aulia, pedagang daging kambing di Kampung Bustaman, Semarang, Jawa Tengah, mengatakan, biaya transportasi angkutan kambing mengalami lonjakan. Sebelumnya biaya angkut hanya Rp 45.000 per pick up. "Tapi sekarang menjadi Rp 65.000 per pick up," ujarnya.

Selain kenaikan biaya angkutan, harga kambing di pasaran juga naik sekitar Rp 15.000 per ekor. Sebelumnya, harga jual kambing sekitar Rp 300.000 hingga Rp 1 juta per ekornya. " Kenaikannya sih kecil, tapi kalau ditotal dengan jumlah kambing yang dijual, banyak juga," katanya.


Setiap hari Rizki bisa membeli 30 ekor Kambing. Bila dihitung, total kenaikan pembelian kambingnya sekitar Rp 450.000 per hari. Menyikapi kenaikan harga ini, ia mengaku tidak bisa langsung menaikan harga jual daging kambing. Ia khawatir bila harga naik konsumennya akan lari. "Lagi pula belum ada keputusan dari Asosiasi Penjual Daging Kambing untuk kenaikan harga ini," jelasnya.

Lantaran tidak menaikkan harga, keuntungan yang diperolehnya juga semakin kecil. Saat ini, Rizki masih menghargai daging kambingnya sekitar Rp 69.000 per kilogram (kg). Sayang, ia enggan menyebutkan keuntungan bersih yang diperolehnya dari usaha ini.

Kondisi yang sama juga dirasakan Muhammad Yusuf, pengusaha kambing aqiqah di Kampung Bustaman, Semarang. Pria 54 tahun ini mengaku tidak bisa menaikkan harga jual kambingnya karena takut konsumen kecewa dan pindah ke tempat lain. "Kasihan mereka, tidak apa keuntungan kami menipis," katanya.

Menurutnya, di tengah ketatnya persaingan, ia tak bisa seenaknya menaikkan harga jual. Setiap satu ekor kambingnya dihargai Rp 2 juta. Keuntungan yang didapatnya sekitar 20%–30% dari harga jual.

Namun lain halnya dengan Endang, pengrajin batik di Kampung Batik, Semarang, Jawa Tengah. Ia mengaku, bisnisnya tidak terlalu terpengaruh kenaikan harga BBM karena harga jual produknya terbilang tinggi. Yakni, mulai harga

Rp 150.000 hingga jutaan rupiah per lembarnya. "Kalau bisnis batik ini, keuntungan yang bisa kami ambil cukup besar, yakni antara 50% bahkan sampai 100% dari harga produksi," katanya.

Meski begitu, Endang tidak menampik, kenaikan BBM turut menggerus keuntungannya. Pasalnya, kenaikan harga BBM itu telah mengerek naik biaya produksi batiknya. Menurutnya, setelah kenaikan harga BBM bersubsidi, harga sejumlah bahan baku untuk memproduksi batik juga ikut merangkak naik di pasar. "Akibat kenaikan BBM, harga bahan baku seperti lilin dan lain-lain ikut naik," katanya.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri