Kenaikan harga elpiji bisa sumbang inflasi 0,13%



JAKARTA. Mulai 1 Januari 2014 lalu, harga gas elpiji dari Pertamina kemasan 12 kilogram naik hingga 68% menjadi Rp 122.400 per tabung.

Dengan adanya kenaikan harga elpiji non subsidi itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan akan ada kenaikan inflasi 2014 sebesar 0,13% secara tahunan atau year-on-year (yoy).

"Perkiraan dampak kenaikan elpiji menambah inflasi 0,13% secara keseluruhan," ungkap Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Jumat (3/1).


Menurut Perry, kenaikan gas elpiji itu tidak berdampak besar. Perry menegaskan, sumbangan inflasi kenaikan elpiji non subsidi sebesar 0,13% ini tidak mempengaruhi target inflasi yang sudah ditetapkan Bank Indonesia di 2014, yaitu di kisaran 4,5% plus minus 1%.

"Jadi kami kalkulasi proyeksi inflasi 2014 secara keseluruhan. Kami percaya diri yakin inflasi 2014 bisa dikendalikan kembali targetnya 4,5% plus minus 1%," jelas Perry.

Seperti diketahui, sebelumnya Vice President Corporate Communication PT Pertamina Ali Mundakir mengungkapkan, alasan kenaikan harga elpiji non subsidi diputuskan menyusul tingginya harga pokok elpiji di pasar.

Perusahaan berdalih turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menyebabkan kerugian keuangan yang semakin besar.

Harga pokok perolehan Elpiji selama ini rata-rata naik menjadi US$ 873. Dengan konsumsi Elpiji non subsidi kemasan 12 kg tahun 2013 mencapai 977.000 ton serta pelemahan nilai tukar rupiah, Pertamina memperkirakan kerugian yang ditanggung perusahaan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun.

"Kerugian itu timbul sebagai akibat dari harga jual Elpiji non subsidi 12kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan," kata Ali.

Ali menjelaskan, harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp 5.850 per kg. Padahal harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp 10.785 per kg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri